Salin Artikel

Diplomasi "High Level", di Balik Proses Ekstradisi Maria Pauline Lumowa

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Maria Pauline Lumowa terus tertunduk saat kamera awak media terus menerus menyorotnya ketika tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, Kamis (9/7/2020) pagi.

Tak ada satu pun kata-kata yang terlontar dari dirinya ketika namanya dipanggil.

Dengan keadaan tangan terikat kabel tis, ia terus berjalan menghindari sorotan kamera dengan pengawalan ketat dari sejumlah petugas Bareskrim Polri dan Kementerian Hukum dan HAM.

Wanita kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara itu semestinya merayakan ulang tahunnya yang ke-62 tahun pada tanggal 27 Juli mendatang.

Namun, ia harus berurusan dengan hukum karena sebelumnya telah ditetapkan sebagai salah seorang tersangka dalam kasus pembobolan Bank BNI pada 2002-2003 yang merugikan negara sekitar Rp 1,7 triliun.

Akan tetapi, selama 17 tahun terakhir ini, ia menyandang status buron. Sebab, sebulan sebelum Bareskrim Polri menetapkannya sebagai tersangka pada kasus ini pada tahun 2003 silam, ia berhasil kabur ke Singapura.

"Beliau dibawa ke pesawat di dalam keadaan diborgol. Dan di pesawat tetap diborgol untuk alasan keselamatan penerbangan," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly saat memberikan keterangan kepada wartawan.

Sebelum diboyong ke Kantor Bareskrim Polri, Yasonna sempat memberikan kesempatan kepada awak media yang ingin mengabadikan foto Maria yang telah mengenakan kemeja oranye lengan pendek dengan tulisan Tahanan Bareskrim di belakangnya.

"Ini sebentar menunjukkan Ibu MPL (Maria Pauline Lumowa), setelah itu nanti kita melakukan konferensi pers. Ini hanya untuk ditunjukkan bahwa orang yang kita bawa adalah yang bersangkutan. Setelah itu beliau akan dikirim langsung ke Bareskrim," ujarnya.

Ditangkap di Serbia

Bukan perkara mudah menangkap perempuan tersebut. Setelah kabur ke Singapura, wanita yang telah menyandang status sebagai warga negara Belanda itu sempat kabur ke Belanda pada 2009.

Dua kali langkah diplomasi dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM, agar pihak Kerajaan Belanda bersedia membantu menyerahkan Maria ke aparat berwajib.

Namun, upaya tersebut gagal.

"Pemerintah Belanda menolak karena kita belum mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Belanda," kata Yasonna.

Pada 16 Juli 2019, secara mengejutkan Maria justru berhasil ditangkap oleh otoritas Serbia di Beograd. Tepatnya, saat berada di Bandara Internasional Nikola Tesla.

Hal itu tidak terlepas dari red notice Interpol yang telah diterbitkan sejak 22 Desember 2003.

Pihak Serbia akhirnya menghubungi Pemerintah Indonesia untuk memberitahukan bahwa ada buronan Bareskrim Polri yang berhasil ditangkap di negara mereka.

"It's almost one year ago," kata Yasonna.

"Setelah pemberitahuan dari Pemerintah Serbia, Dirjen AHU (Administrasi Hukum Umum) pada tahun lalu langsung mengirim surat percepatan ekstradisi pada tanggal 31 Juli 2019," imbuhnya.

Tak cukup sampai di sana. Kemenkumham pun kembali melayangkan surat kepada Pemerintah Serbia pada 3 September 2019 untuk membantu proses penyerahan Maria.

Diplomasi "high level"

Maria nyaris saja dapat kembali menghirup udara bebas.

Sebab, berdasarkan aturan, masa penahanan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Serbia berdasarkan red notice tersebut hanya berlaku selama satu tahun.

Itu artinya, Pemerintah Indonesia hanya memiliki tenggat waktu sepekan lagi untuk memboyong Maria ke Tanah Air.

Sama seperti Belanda, Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Serbia untuk memulangkan buronan penegak hukum ke Tanah Air.

"Jadi kemudian kita melakukan pendekatan high level dengan Pemerintah Serbia. Ikut serta ke sana staf Kemenkumhan dari Dirjen AHU, Kadiv Hubinter, dan kita terus melakukan upaya pendekatan," ungkapnya.

Ketika pendekatan itu telah memasuki proses negosiasi, Yasonna mengaku, langsung turun tangan.

"Saya laporkan kepada Presiden melalui Mensesneg, (bahwa) diperlukan langkah-langkah high diplomacy. Karena kalau kita lewat tanggal 16 (Juli), masa penahanannya akan berakhir dan mau tidak mau harus dibebaskan," terang Yasonna.

Ia menambahkan, ada upaya dari salah satu negara di Eropa yang berusahan menggagalkan diplomasi yang tengah dilakukan oleh Indonesia.

Bahkan, kata Yasonna, pihak Kementerian Kehakiman Serbia menyebut kuasa hukum Maria sempat berniat untuk menyuap agar proses ekstradisi itu gagal.

Namun, setelah bertemu dengan Wakil Menteri Kehakiman Serbia Radomir Ilic, Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Serbia Ivica Dacic, dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic, akhirnya ekstradisi itu terealisasi.

"Pemerintah Serbia committed. Saya menyampaikan titip salam Pak Presiden (Joko Widodo) dan beliau (Vucic) menyambut hangat," ujarnya.

"Beliau (Vucic) mengatakan, history persahabatan antara Indonesia dan Serbia akan tetap kita pelihara dan ditingkatkan. Tidak hanya di bidang politik, (tapi juga) di bidang hukum, ekonomi dan budaya," ujarnya.

Dengan keberhasilan ekstradisi ini, maka berakhir pula perburuan panjang Indonesia terhadap Maria.

"Ini semua berhasil atas kerja sama seluruh pihak," tutup Yasonna.

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/09/15340971/diplomasi-high-level-di-balik-proses-ekstradisi-maria-pauline-lumowa

Terkini Lainnya

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke