Pembayaran intensif ini merupakan kerja sama REDD+ (Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation).
Jumlah penurunan emisi yang berhasil dicapai Indonesia pada eriode tersebut yakni 11,2 juta ton CO2eq.
"Disepakati 11 juta ton atau senilai dana 56 juta dollar AS atau sekitar Rp 800 miliar, itu yang terkait pembayaran prestasi komitmen Indonesia terhadap penurunan emisi gas rumah kaca," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar selepas rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (6/7/2020).
Siti mengatakan, ada banyak kebijakan yang dilakukan Pemerintah RI hingga berhasil mendapat insentif tersebut.
Beberapa di antaranya yakni moratorium pembukaan lahan di hutan primer dan gambut sejak 2011.
Selain itu, penanganan kebakaran hutan dan lahan, deforestasi, serta penegakan hukum yang lebih berat.
Kebijakan lainnya, pengembangan energi terbarukan biodiesel 30 persen (B30).
Siti mengatakan, dana Rp 812 miliar tersebut akan digunakan untuk meneruskan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dana akan disalurkan lewat Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.
"Arahan presiden yang paling penting itu dipakai untuk pemulihan lingkungan, apakah pembibitan mangrove misalnya, pemulihan gambut misalnya atau penyelesaian lahan kritis," ucap Siti.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan jajarannya terus menjalankan program pemulihan lingkungan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Hal itu untuk mewujudkan target menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen pada tahun ini.
"Kita harus terus konsisten menjalankan program pemulihan lingkungan untuk menurunkan gas rumah kaca," kata Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/7/2020), yang disiarkan lewat YouTube Sekretariat Presiden.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/06/19162701/ri-dapat-rp-812-miliar-dari-norwegia-karena-hal-ini