JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diminta turun tangan untuk menindak sejumlah anggota Komisi VII DPR yang secara terang-terangan meminta dilibatkan dalam kegiatan CSR BUMN.
Permintaan yang dilontarkan saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII dengan perusahaan pelat merah sektor tambang pada Selasa (30/6/2020) lalu itu, dinilai tidak etis dan mencoreng kehormatan dewan.
"Ini minta jatah, ini sudah keterlaluan," kata peneliti dari Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Yusfitriadi dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (2/7/2020).
Koordinator Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai, permintaan itu hanya semakin menurunkan citra DPR di hadapan publik.
Terlebih, permintaan itu disampaikan secara terbuka di dalam sebuah forum resmi DPR.
"Pemintaan anggota DPR mengenai CSR seharusnya sudah bisa menjadi bahan pertimbangan bagi MKD memanggil anggota DPR tersebut," kata Ray seperti dilansir dari Kompas.tv.
Ia menambahkan, meski saham BUMN dimiliki oleh pemerintah, BUMN bukanlah bagian dari entitas pemerintah.
Selain itu, tidak dibenarkan juga di dalam UU, anggota DPR meminta untuk dilibatkan dalam kegiatan CSR.
"Tidak ada dasar bagi mereka dalam mengelola CSR yang dilakukan BUMN, anggota DPR tidak berkaitan dengan penyaluran CSR oleh BUMN," ujar Ray.
"Ini permintaan yang sangat tidak etis. Ini akan memperburuk martabat anggota dewan. CSR ini milik rakyat bukan anggota DPR," imbuh dia.
Awal permintaan
RDP antara Komisi VII dengan BUMN tambang pada Selasa lalu sempat berjalan sengit, setelah terjadi ketegangan antara anggota Komisi VII Muhammad Nasir dan Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak.
Bahkan, dalam perdebatan yang terjadi, Nasir sempat meminta Orias untuk meninggalkan ruangan, ketika dirinya menjelaskan ihwal GLobal Bond yang digunakan untuk refinancing utang untuk membayar Freeport Indonesia.
Perdebatan itu sempat mereda usai Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin menengahi dan skors rapat selama 15 menit.
Setelah itu, Alex kembali membuka rapat dan melanjutkan pembahasan terkait realisasi CSR yang dialokasikan perusahaan pelat merah selama Covid-19.
Padahal, sebelumnya holding tambang sedang menjelaskan satu persatu persoalan produksi dan dampak pandemi terhadap penerimaan negara.
Saat pemaparan realisasi CSR PT Bukit Asam dan PT Timah, Alex menyela pembicaraan. Ia mengatakan, pemberian CSR mestinya melibatkan anggota dewan.
"Bapak ingat enggak, siapa yang membantu proyek di Sumatra Selatan tersebut?" tanya Alex.
Direktur Utama PT Bukit Asam, Arviyan Arifin, pun menjawabnya.
"Kalau tidak salah namanya Pak Alex Noerdin pak," kata Arviyan.
"Nah, saya mati-matian waktu itu bantu, masa penyerahan CSR enggak melibatkan kami. Paling tidak kami dikasih ruang untuk ikut serta menyerahkan bantuan tersebut ke masyarakat," imbuh Alex.
Tak hanya Alex, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Ramson Siagian juga angkat bicara saat membahas mengenai CSR.
Ramson mengatakan, ke depan mestinya apabila hendak melakukan kegiatan CSR perlu menyertakan Anggota DPR.
"Ya ke depannya, untuk pembagian CSR yang di luar apa yang sudah dilakukan ini bisa berkoordinasi dengan Sekretariat Komisi VII untuk bisa CSR ini disalurkan ke dapil-dapil anggota komisi VII," ucap Ramson.
Belakangan saat dikonfirmasi, Ramson menyatakan, bahwa permintaan itu barus sebatas usulan.
Ia berharap agar anggota Komisi VII dapat diikutsertakan pada saat prosesi serah terima di daerah pemilihannya.
Sebab, menurut dia, hal itu merupakan bagian dari fungsi pengawasan terhadap kinerja BUMN serta kepedulian terhadap masyarakat di dapil tersebut.
"Artinya bersama-sama saat serah terima ke rakyat, itu saja," kata Ramson kepada Kompas TV pada Rabu, (1/7/2020).
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/03/11295431/tidak-etis-mkd-diminta-tindak-anggota-komisi-vii-yang-ingin-dilibatkan-csr