Demikian disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono melalui video telekonferensi, Selasa (30/6/2020).
“Dari hasil gelar perkara tersebut diputuskan bahwa saudara JBL dan saudari TSE statusnya dinaikkan dari saksi menjadi tersangka,” kata Awi.
Sebelumnya, Andrew melaporkan keduanya pada laporan yang terdaftar dengan nomor LP/B/097/XI/2019/Bareskrim tanggal 13 November 2019.
Setelah Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri melakukan gelar perkara pada 16 Juni 2020, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
Awi menuturkan, polisi juga telah memeriksa sejumlah saksi dalam perkara ini.
“Penyidik telah melakukan pemeriksan saksi-saksi sebanyak 14 orang, saksi ahli bahasa 1 orang, dan saksi ahli hukum pidana 1 orang,” tuturnya.
Titi dijerat Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Ancaman hukuman pada Pasal 310 adalah penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 4.500. Sementara, ancaman pidana pada Pasal 311 KUHP adalah penjara maksimal empat tahun.
Sementara itu, Jack dikenakan Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Ancaman hukuman maksimalnya empat tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.
Polisi juga sudah melayangkan surat panggilan kepada para tersangka pada Senin (29/6/2020) kemarin.
Kedua tersangka rencananya akan diperiksa pada Kamis (2/7/2020) mendatang.
Diberitakan, laporan yang dilayangkan Andrew Darwis bermula dari Titi yang melaporkan Andrew atas kasus dugaan pemalsuan.
Selain melaporkan Titi, Darwin juga melaporkan Jack Boyd Lapian yang menjadi pengacara Titi saat itu. Keduanya dilaporkan dengan tuduhan pencemaran nama baik.
"Sebagai warga negara yang dilindungi haknya untuk harkat dan martabat seseorang, maka klien kami telah melakukan pelaporan polisi dan mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada pihak yang berwenang," ujar Abraham Sridjaja, salah satu kuasa hukum Andrew Darwis di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).
Menurut Abraham, kliennya itu tidak kenal bahkan tidak berkomunikasi dengan Titi yang kala itu melaporkan Darwin. Sehingga, kecil kemungkinan jika Darwin kemudian menipu Titi.
"Jadi klien kami, pak Andrew Darwis tidak kenal bahkan tidak pernah ketemu apalagi pinjam-meminjam. Jadi menurut kami inilah hal-hal yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya,” katanya.
Abraham juga menjelaskan pelaporan terhadap Jack Boyd Lapian yang saat itu sebagai kuasa hukum Titi yang mengatakan dasar pelaporan terhadap Andrew lantaran adanya pemalsuan.
Padahal, menurut dia, tidak seharusnya kuasa hukum memberikan pernyataan itu.
“Jadi Jack Boyd Lapian itu mengungkan kata- kata 'kami duga Andrew Darwis melakukan pemalsuan dan juga tindak pidana pencucian uang.' Seharusnya sebagai penegak hukum tidak boleh menduga-duga seseorang melakukan tindak pidana," ujar Abraham.
Laporan balik kepada Titi dan Jack ini menimbang adanya kerugian baik secara materiil maupun imateriil atas pelaporan yang dituduhkan kepadanya.
Dihubungi terpisah, pengacara Titi, Jack Lapian mengatakan laporan tersebut berawal ketika Titi meminjam uang sebanyak Rp 15 miliar kepada David Wira dengan jaminan sebuah gedung di Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Proses peminjaman uang itu dilakukan pada November 2018.
"David Wira diduga sebagai tangan kanan Andrew Darwis. Pelapor (Titi) ingin meminjam uang senilai Rp 15 miliar, namun yang terealisasi hanya Rp 5 miliar," kata Jack dalam keterangan tertulisnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/30/17411721/kasus-dugaan-pencemaran-nama-baik-yang-dilaporkan-pendiri-kaskus-polisi