JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir mengatakan, negara harus bertanggungjawab atas kasus kekerasan yang dialami oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Sebab, menurut dia, negara telah gagal dalam memberikan perlindungan dalam berbagai aspek terkait upaya pemberantasan korupsi.
"Jadi kalau ada cedera rakyat Indonesia karena perbuatan pidana sampai dia buta, negara bertanggungjawab dalam konteks ini (kasus Novel)," kata Mudzakir dalam diskusi online bertajuk Eskalasi Hukum dan Sikap Publik dalam Penanganan Kasus Novel, Jumat (19/6/2020).
"Negara bertanggungjawab karena apa? Gagal total melindungi terhadap korban (Novel) kejahatan, karena pada saat itu tidak ada proses yang cepat dan seterusnya," sambungnya.
Selain bertanggungjawab, lanjut Mudzakir, negara harus memberikan kompensasi atas luka yang dialami Novel.
Kompensasi ini diberikan karena negara telah gagal memberikan perlindungan terhadap Novel.
"Oleh sebab itu negara memberi kompensasi karena kegagal itu melindungi terhadap korban," ujar dia.
Mudzakir mengatakan, apabila negara tidak sanggup, maka kompensasi dapat dilimpahkan pada pelaku.
Kompensasi tersebut untuk mengembalikan uang yang digunakan Novel atau KPK dalam rangka pengobatan luka.
"Agar ada imbasnya jadi bukan 1 tahun saja, tapi dia harus dibebankan tanggungjawab memulihkan kembali," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman satu tahun penjara.
Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.
Sementara, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum, sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ujar jaksa seperti dikutip dari Antara.
Atas perbuatannya itu, Rahmat dan Ronny dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat (2) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/19/14072331/pakar-hukum-negara-harus-tanggung-jawab-atas-kekerasan-terhadap-novel