Salah satu alasan tersebut berkaitan dengan aspek substansi dari RUU HIP itu sendiri.
"Aspek substansinya, Presiden manyatakan bahwa TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu masih berlaku mengikat dan tidak perlu dipersoalkan lagi," ujar Mahfud dalam keterangan, Selasa (16/6/2020).
Adapun, TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1996 mengatur tentang larangan ajaran komunisme/marxisme.
Menurut Mahfud, TAP MPRS tersebut merupakan produk hukum mengenai peraturan perundang-undangan yang mengikat.
Karena itu, TAP MPRS tersebut tidak bisa dicabut oleh lembaga negara maupun rancangan aturan yang digulirkan DPR itu sendiri.
Di sisi lain, Mahfud mengungkapakan pemerintah memandang rumusan Pancasila yang sah adalah rumusan yang disahkan oleh Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
"Rumusan Pancasila yang sah adalah rumusan yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, itu yang sah," kata dia.
Merujuk hal tersebut, pemerintah pun memutuskan untuk tidak mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR guna membahas RUU HIP.
Sebaliknya, pemerintah meminta DPR agar melakukan dialog dengan komponen masyarakat agar mendapatkan aspirasi terkait RUU HIP.
"Meminta kepada DPR untuk berdialog dan menyerap aspirasi lebih banyak lagi dengan seluruh kekuatan atau elemen-elemen masyarakat," kata dia.
Sebelumnya, DPR menyetujui RUU HIP sebagai usul inisiatif dari DPR.
Persetujuan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Sebelum diparipurnakan dalam sidang, RUU ini terlebih dahulu disepakati oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR dan perwakilan Fraksi di Baleg yang telah menyampaikan pandangan dan masukan atas draf RUU tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/16/17083461/ini-alasan-pemerintah-tunda-pembahasan-ruu-haluan-ideologi-pancasila
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.