Dalam tiga bulan terakhir seluruh siswa diharuskan belajar dari rumah secara daring atau online untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Namun rupanya, pelaksanaan kelas jarak jauh tersebut tak optimal dikarenakan tak semua siswa dapat memiliki akses internet di rumahnya.
"Belajar di rumah juga menimbulkan persoalan ketidaksetaraan. Banyak rumah tangga yang tidak dapat memiliki akses terhadap internet," ujar Ma'ruf saat membuka rapat koordinasi nasional Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara daring, Kamis (11/6/2020).
Ia mengatakan, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (SUSENAS-BPS) tahun 2018 ada sekitar 61 persen anak yang tidak memiliki akses internet di rumahnya.
Laporan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), kata dia, pembelajaran daring yang selama ini dilakukan sangat tidak maksimal.
Dengan demikian, pembelajaran secara tatap muka pun sangat diperlukan.
"Tapi sekarang itu daerah kita belum semuanya hijau. Masih ada yang merah, oranye, kuning, sedangkan yang bisa diterapkan (mulai sekolah tatap muka) hanya yang hijau," kata dia.
Ma'ruf mengatakan, di beberapa negara saat ini yang sudah memulai aktivitas belajar mengajar banyak yang terdampak Covid-19.
Hal tersebut membuat sekolah-sekolah tersebut ditutup kembali.
Oleh karena itu, pemerintah juga tengah memikirkan bagaimana solusi terbaik terkait pendidikan di masa pandemi Covid-19.
"Kita lihat beberapa negara lain yang sudah menerapkan pendidikan non pesantren banyak yang terdampak dan ditutup kembali. Sehingga pemerintah sedang memikiran hal yang betul-betul rinci dan penuh kehati-hatian," tutur Ma'ruf.
Namun bagi pesantren, kata Ma'ruf, seharusnya bisa lebih aman karena mereka dikarantina dan tidak keluar-masuk.
Hanya saja hal itu juga harus diawali dengan pemeriksaan ketat bahwa para santri terbebas Covid-19.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/11/15055581/wapres-sebut-belajar-di-rumah-saat-pandemi-covid-19-timbulkan-masalah