Menurut Hartono, orangtua bisa melakukan imunisasi kejar atau catch up immunization.
"Kalau jadwal imunisasi anak terlambat karena PSBB atau alasan lain, kita bisa melakukan imunisasi kejar atau catch up immunization," ujar Hartono dalam konferensi pers di Graha BNPB, Senin (8/6/2020).
Imunisasi kejar yang dimaksud, yakni pada satu hari anak bisa mendapatkan beberapa imunisasi sekaligus.
"Misalnya, anaknya umur sembilan bulan. Kemarin belum mendapat imunisasi difteri yang ketiga. Nanti bisa sekaligus mendapat imunisasi campak dan imunisasi difteri secara bersamaan," jelas Hartono.
Dia mengatakan, orangtua tidak perlu khawatir dengan penerapan imunisasi kejar ini. Sebab banyak anak sudah mengalami hal yang sama.
"Jangan khawatir suntik dua kali tak masalah (kanan dan kiri). Banyak anak sudah malami seperti itu. Boleh di hari yang sama bisa mendapatkan imunisasi sekaligus," tutur Hartono.
Sebelumnya, Hartono mengatakan ada potensi terjadi kejadian luar biasa ganda akibat program imunisasi untuk anak terhambat pandemi Covid-19.
"Ini sangat berisiko untuk sebabkan double outbreak. Double outbreak ini sudah kita alami kejadian pandemi (Covid-19), ditambah lagi outbreak penyakit yang penularannya bisa dicegah dengan imunisasi," ujar Hartono dalam konferensi pers di Graha BNPB, Senin.
Hartono mencontohkan penyakit campak yang bisa dicegah dengan vaksin.
Karena orangtua takut membawa anaknya menjalani suntik vaksin, anak berpotensi tertular campak.
Padahal, penyakit campak menurutnya lebih memiliki daya tular berbahaya dibandingkan Covid-19.
"Kita takut dengan covid, tetapi sebenarnya lebih berbahaya adalah campak. Satu orang covid bisa menularkan kepada 1,5 - 3,5 orang. Tapi satu orang yang sakit campak bisa menularkan ke 18 orang," ungkap Hartono.
Kemudian, jika penderita Covid-19 batuk atau bersin, percikan air ludah bisa tersebar dengan jarak kira-kira dua meter.
Sementara itu, daya jangkau percikan air ludah penyakit campak lebih dari enam meter.
"Jadi dia (campak) jauh lebih berbahaya dibanding Covid-19," tutur Hartono.
Contoh lainnya, lanjut dia, adalah difteri yang bisa mengganggu pernapasan anak.
Pengobatan difteri, kata Hartono, berpotensi menyebabkan pendarahan hingga meninggal dunia.
Meski ada serum antidifteri, tetapi Indonesia hingga kini masih mengimpor serum itu.
Padahal, sebagian besar pabrik pembuat serum difteri saat ini sudah tutup.
"Sebab penyakit difteri tidak ada lagi di negara tempat pembuat sehingga tak laku dijual," ungkap Hartono.
"Jadi, jangan sampai anak-anak kita tertular difteri ataupun campak. Jangan sampai kejadian double outbreak. Caranya ya harus imunisasi bawa ke Posyandu, Puskesmas atau faskes apapun untuk melengkapi imunisasi," tambah dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/08/19411951/imunisasi-tertunda-akibat-pandemi-ini-saran-idai