Amicus curiae secara sederhana dapat dipahami sebagai teman pengadilan, yaitu pihak yang menawarkan bantuan kepada pengadilan berupa informasi, keahlian, wawasannya terkait kasus yang sedang ditangani tanpa diminta.
"ICW berharap agar amicus curiae ini dapat dipertimbangkan oleh majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan terhadap dua terdakwa penyiram air keras ke Novel Baswedan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam siaran pers, Kamis.
Kurnia menuturkan, ada tujuh poin yang menjadi fokus dalam amicus curiae yang telah diserahkan ICW tersebut.
Pertama, dakwaan jaksa menafikan perbuatan tedakwa yang menghalangi proses hukum.
ICW menyatakan, Pasal 355 KUHP dan Pasal 351 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan bertolak belakang dengan temuan Tim Gabungan bentukan Polri yang menyebut ada kaitan antara serangan terhadap Novel dengan perkara yang ditangani Novel sebagai penyidik KPK.
"Dengan Jaksa hanya mendakwa dengan Pasal terkait penganiyaan maka perkara ini akan berpotensi digiring hanya pada ranah pribadi Novel tanpa mengaitkan rekam jejak perkara yang sedang atau pernah Novel tangani," kata Kurnia.
Kedua, potensi permasalahan dalam penyelidikan dan penyidikan karena penanganan perkara oleh Kepolisian dinilai sarat menuai persolan.
Merujuk pada catatan Komnas HAM, beberapa masalah yang disebut ICW antara lain tim Polda Metro Jaya tidak cukup memetakan saksi kunci dan barang bukti penting serta belum memeriksa Kapolda Metro Jaya saat itu yang diduga mengetahui akan adanya serangan terhadap Novel.
Ketiga, dakwaan jaksa mengaburkan fakta serangan dapat mengancam korban.
Menurut ICW, serangan yang dialami Novel mestinya tidak hanya dipandang sekadar penganiayaan sebagaimana dakwaan jaksa melainkan pembunuhan berencana.
"Kuat dugaan dalam dakwaan tersebut Jaksa hanya ingin mengaburkan fakta bahwa siraman air keras berpotensi untuk menghilangkan nyawa orang lain, termasuk dalam hal ini korban, yaitu Novel Baswedan," kata Kurnia.
Keempat, sketsa yang dirilis Polri berbeda dengan wajah dua terdakwa yang tengah menjalani proses persidangan. Menurut ICW, hal ini akan menjadi pertanyaan bagi masyarakat.
Kelima, ada tiga barang bukti penting yang tidak dihadirkan secara utuh dalam proses pembuktian di persidangan yaitu botol yang digunakan untuk membawa air keras, baju gamis milik Novel, dan rekaman CCTV di sekitar rumah Novel.
"Padahal tiga barang bukti itu mempunyai nilai penting untuk sampai pada aktor penyiram air keras sebenarnya. Dalam konteks ini diduga kuat ada upaya sistematis dari pihak tertentu untuk mengaburkan fakta yang sebenarnya," kata Kurnia.
Keenam, keanehan motif penyerangan. Sebab, salah seorang terdakwa pernah menyebut serangan ini didasarkan atas dendam pribadi sedangkan Novel mengaku ia tidak pernah berinteraksi dengan dua terdakwa itu.
Terakhir, ada dugaan konflik kepentingan pendampingan hukum karena dua terdakwa penyerangan Novel mendapat pendampingan hukum dari institusi Polri.
Dalam kasus ini, dua terdakwa yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir didakwa telah melakukan penyaniayaan berat terencana terhadap Novel dengan tuntutan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Ronny dan Rahmat yang disebut sebagai polisi aktif itu melakukan aksinya lantaran rasa benci karena Novel dianggap mengkhianati institusi Polri.
Dalam dakwaan tersebut mereka dikenakan Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Lebih Subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Novel disiram air keras pada 11 April 2017 setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat penyerangan tersebut, Novel mengalami luka pada matanya yang menyebabkan gangguan penglihatan.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/04/17231721/icw-serahkan-amicus-curiae-terkait-kasus-penyiraman-air-keras-novel-baswedan