Sebab, pandemi Covid-19 memunculkan permasalahn ekonomi di keluarga yang menjadi salah satu pemicu KDRT.
Terkait masalah ini, Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Indra Gunawan mengatakan, tokoh agama memiliki peran penting dalam mencegah hal tersebut.
Mereka, menurut dia, bisa memberikan dukungan psikososial kepada masyarakat secara umum dan umat agama masing-masing secara khusus.
"Tokoh agama dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang berbagai stigma yang muncul terkait Covid-19. Mereka juga dapat memberikan rasa tenang, nyaman, dan mendorong masyarakat untuk selalu berdoa dan bersabar di tengah pandemi Covid-19," ujar Indra dalam Workshop Pelibatan FORLAPPA (Forum Lintas Agama untuk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), dikutip dari siaran pers, Rabu (3/6/2020).
Menurut dia, KDRT tidak hanya bisa diselesaikan dengan pendekatan instrumental dan intervensi negara, tetapi juga dibutuhkan pendekatan secara keagamaan.
Berdasarkan data aduan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (Sejiwa) yang masuk ke nomor layanan pengaduan Kemen PPPA, pada 10–22 Mei 2020 terdapat 453 kasus kekerasan.
Dari 453 kasus, 227 di antaranya merupakan kasus KDRT. Sebanyak 211 laporan KDRT dilakukan oleh suami terhadap istri dan anak-anak.
Sementara itu, Perwakilan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama Alissa Wahid mengatakan, KDRT di masa pandemi ini tidak muncul secara tiba-tiba.
Hal tersebut, kata dia, tidak secara tiba-tiba muncul tetapi bergantung pada pondasi yang sudah dibangun keluarga sebelumnya.
"Beberapa tekanan psikososial ekonomi selama pandemi Covid-19 yang memicu adanya KDRT, di antaranya mata pencaharian yang menurun drastis, terutama bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah yang bekerja di sektor informal," kata dia.
Keluarga dari kelompok itu, kata dia, tidak bisa mengandalkan gaji bulanan, memiliki ketidakpastian di masa depan, relasi kuasa berbasis gender (antara suami istri), dan keterbatasan ruang pribadi akibat harus berbagi ruang dengan anggota keluarga lainnya selama di rumah saja.
"Jika keluarga tidak bisa beradaptasi dan berkomunikasi dengan baik, maka semua ini akan memicu emosi negatif dan akhirnya menyebabkan KDRT," ucap dia.
Beberapa faktor lainnya yang selama ini memicu terjadinya KDRT, di antaranya ketidakmampuan mengelola sebuah permasalahan, kurang matangnya pasangan, dan kurangnya pembekalan mengelola dinamika perkawinan.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/03/20031351/kdrt-meningkat-selama-pandemi-covid-19-peran-tokoh-agama-penting-dalam