Salin Artikel

Pengakuan Pemerintah soal Perppu 1/2020 dan Tudingan Penggugat di Sidang MK...

Sidang digelar dengan agenda mendengarkan penjelasan DPR dan keterangan presiden.

Adapun, yang hadir mewakili presiden dalam persidangan tersebut adalah tiga menteri Kabinet Indonesia Maju. Mereka adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Sementara itu, dari pihak DPR, tidak ada perwakilan yang tampak hadir dalam sidang.

Sidang ini digelar atas permohonan gugatan yang diajukan oleh dua pihak.

Mereka ialah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, serta Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan kawan-kawan.

1. Perppu jadi UU

Dalam persidangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa melalui rapat paripurna DPR yang digelar 12 Mei 2020 lalu DPR telah memberikan persetujuan penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai undang-undang.

Menindaklanjuti hal itu, pemerintah pun telah mengesahkan persetujuan DPR dengan meresmikan perppu tersebut sebagai undang-undang.

"DPR di dalam rapat paripurna DPR ke-15 masa sidang 3 tahun sidang 2019/2020 hari Selasa tanggal 12 Mei 2020, DPR telah memberikan persetujuan untuk menetapkan RUU tentang penetapan Perppu 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang," kata Sri Mulyani dalam persidangan.

"Dan pemerintah telah mengesahkan persetujuan DPR tersebut," tuturnya.

Sri Mulyani mengatakan bahwa perppu tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Undang-undang itu, kata Sri Mulyani, tercantum dalam Lembaran Negara tahun 2020 Nomor 134 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 6516.

"Tercantum dalam Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 134 tambahan Lembaran Negara Nomor 6516 dan selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020," kata dia.

2. Kehilangan obyek gugatan

Kuasa Hukum Amien Rais dan kawan-kawan, Zainal Arifin Hoesein, menyadari bahwa perkara uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang pihaknya ajukan ke MK telah kehilangan obyek gugatan.

Hal ini disampaikan Zainal usai mendengar keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut bahwa Perppu 1/2020 telah resmi diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

"Memang dalam prinsip dan asas, ini kehilangan obyek, kami menerima itu," kata Zainal dalam persidangan.

Namun demikian, Zainal menilai bahwa proses penetapan perppu menjadi undang-undang luar biasa cepat.

Perppu itu baru diterbitkan pemerintah pada akhir Maret 2020. Oleh DPR kemudian disetujui sebagai undang-undang melalui rapat paripurna ke-15 masa sidang 3 tahun sidang 2019/2020 yang digelar 12 Mei 2020.

Tak lama, pemerintah meresmikan undang-undang tersebut dan menetapkannya sebagai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Menurut Zainal, proses ini telah mencederai prinsip negara hukum karena hukum telah tercampur dengan politik.

"Ini kami menilai sebagai logika politik. Jadi hukum sudah tercampur dengan logika politik. Ini akan mencederai prinsip-prinsip negara hukum," ujar Zainal.

3. Tak sesuai konstitusi

Kuasa Hukum Amien Rais lainnya, Ahmad Yani, menilai bahwa proses pengundangan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tak sesuai dengan bunyi Undang Undang Dasar 1945.

Merujuk pada Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945, disebutkan bahwa dalam hal ihwal kegentingan memaksa presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Sementara dalam Ayat (2) pasal tersebut, kata Yani, secara jelas mengatakan bahwa perppu itu harus mendapatkan persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya, bukan masa sidang yang sama dengan terbitnya perppu.

Dalam hal ini, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 diterbitkan pemerintah pada masa sidang DPR ke-3. Oleh karenanya, ujar Yani, perppu itu seharusnya dibawa ke forum DPR pada masa sidang DPR ke-4.

Akan tetapi, faktanya, perppu tersebut sudah disetujui sebagai undang-undang pada masa sidang DPR ke-3.

"Maka kami berpendapat bahwa perppu ini sesungguhnya belum waktunya untuk forum DPR, baik memberikan persetujuan maupun memberikan forum penolakan," kata mantan Anggota Komisi III DPR itu.

Meski begitu, terhadap kelanjutan uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang pihaknya ajukan, Yani menyerahkan sepenuhnya ke MK.

4. Bukti dipertanyakan

Hakim MK Arief Hidayat meminta pemerintah menyampaikan bukti diundangkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2020.

Hal ini disampaikan Arief usai mendengar permintaan kuasa hukum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menjadi salah satu pemohon.

Kuasa hukum pemohon mempertanyakan bukti atas keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dalam persidangan menyebut bahwa Perppu 1/2020 telah diundangkan menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020.

"Apa yang disampaikan Ibu Menteri (Menkeu Sri Mulyani) masih bersifat dia mendalilkan. Belum ada bukti nyata yang dihadirkan di persidangan yang merujuk Pasal 37 UU MK, di mana majelis memeriksa bukti yang dihadirkan di persidangan," kata Kuasa Hukum Kurniawan Adi Nugroho dalam persidangan.

Kurniawan meminta supaya majelis hakim MK memerintahkan pemerintah untuk menyerahkan bukti seperti surat menyurat antara presiden dan DPR dalam proses pengundangan Perppu 1/2020.

Mendengar pernyataan kuasa hukum pemohon, Hakim MK Arief Hidayat pun memerintahkan pemerintah mengirim dokumen resmi terkait proses pengundangan Perppu Nomor 1 Tahun 2020.

Pemerintah diminta untuk segera mengirim dokumen tersebut ke MK agar majelis hakim dapat memeriksanya.

"Sesuai permintaan pemohon 24, pemerintah supaya bisa mengirim dokumen resmi berupa undang-undang yang dimaksud," kata Hakim Arief.

"Kalau bisa dilengkapi dengan surat DPR kepada pemerintah kemudian segera dikirimkan ke Mahkamah," tuturnya.

Arief mengatakan bahwa untuk selanjutnya perkara uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 ini akan dibawa ke rapat permusyawaratan hakim untuk ditentukan kelanjutannya.

5. Klaim pemerintah

Usai persidangan, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengklaim bahwa pembahasan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 di DPR telah sesuai dengan Undang-undang MD3 dan Tata Tertib DPR.

Hal ini Yasonna sampaikan merespons tudingan salah satu pemohon uji materi Perppu 1/2020 yang menyebut bahwa proses pengesahan perppu tersebut oleh DPR tak sesuai dengan bunyi Undang Undang Dasar 1945.

"Jadi pembahasan Perppu Nomor 1 ini sudah melalui prosedur yang sesuai undang-undang MD3 dan sesuai pula dengan Tata Tertib DPR," kata Yasonna di Gedung MK, Jakarta Pusat, dipantau dari tayangan Kompas TV.

Yasonna membantah bahwa proses pengesahan perppu ini di DPR bertentangan dengan bunyi Pasal 22 UUD 1945 lantaran dilakukan dalam masa sidang yang sama dengan terbitnya perppu.

Menurut Yasonna, penerbitan dan pengesahan perppu bisa saja dilakulan dalam satu masa sidang DPR.

Sebab, konstitusi bukan melarang pengesahan di satu masa sidang, melainkan pengesahan di satu persidangan.

Masa sidang dan persidangan, kata Yasonna, memiliki arti yang berbeda.

"Memang dalam Pasal 22 UUD tentang perppu mengatakan harus dibahas dalam persidangan berikutnya, di DPR itu masa sidang kita bahas tadi ini pada masa sidang ke-3 2020," kata Yasonna.

"Jadi masa sidang berbeda dengan persidangan berikutnya. DPR masuk masa sidang, diterima, dibacakan, di persidangan berikutnya diketok oleh DPR. Masa sidang nanti beres reses ini masa sidang," ucapnya.

Sementara itu, menanggapi tudingan pemohon mengenai cepatnya proses penetapan perppu menjadi UU, Yasonna beralasan bahwa hal itu wajar.

Suatu perppu yang dinilai urgen, kata dia, memang dapat cepat-cepat diundangkan.

"Karena urgensi dari sebuah perppu, logis hukumnya adalah cepat dan urgensi, maka harus dibahas di sidang berikutnya," kata politisi PDI-P ini.

https://nasional.kompas.com/read/2020/05/21/08271581/pengakuan-pemerintah-soal-perppu-1-2020-dan-tudingan-penggugat-di-sidang-mk

Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke