Hal itu disampaikan Doni usai rapat bersama Presiden Joko Widodo melalui video conference, Senin (11/5/2020).
"Alat rapid test, saya bisa menyampaikan walau belum tentu benar. Akurasi rapid test masih rendah makanya WHO (World Health Organization) belum menjadikan rapid test sebagai alat ukur orang terpapar Covid-19," ujar Doni.
"Kita masih prioritaskan swab PCR (polymerase chain reaction) test," kata dia.
Karena itu, ia mengatakan, pemerintah terus menggenjot kemampuan tes PCR per harinya agar bisa mencapai 10.000 tes sebagai ditargetkan Presiden Jokowi.
Doni menyadari saat ini Indonesia belum bisa mencapai target 10.000 tes swab dengan metode PCR setiap harinya.
Kemampuan tes tertinggi di Indonesia terjadi pada 8 Mei. Saat itu pemerintah menguji hingga 9.630 spesimen pasien Covid-19.
Capaian tersebut menurun di hari berikutnya menjadi 7.100 spesimen yang diuji. Hingga kini rata tes harian di Indonesia berkisar antara 4.000-5.000 spesimen.
Kendala yang menyebabkan kemampuan tes per hari di Indonesia ialah kurangnya jumlah SDM dan peralatan tes.
Karenanya, pemerintah terus menambah jumlah SDM dan perlengkapan tes untuk mencapai target 10.000 tes per hari.
"Perintah Presiden untuk meningkatkan SDM yang ada di seluruh lab termasuk juga kami telah memberikan arahan kepada seluruh lab untuk merekrut personel baru termasuk bantuan TNI-Polri yang punya kualifikasi di perawatan dan lab," ujar Doni.
"Sedangkan reagen PCR, RNA kit, VTM, Gugus Tugas dan Kemenkes telah mendatangkan 1 juta lebih sehingga jumlah ini bisa mencukupi sampai satu bulan ke depan. Selanjutnya Gugus Tugas dan Kemenekes akan dapat tambahan reagen dari Korsel dan Tiongkok," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/11/15103441/akurasi-rapid-test-rendah-pemerintah-genjot-tes-pcr-untuk-covid-19