Menurunnya aktivitas perekonomian menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri media massa bermunculan.
"Berdasarkan laporan yang masuk ke Posko Pengaduan LBH Pers dan AJI Jakarta hingga 20 April 2020, ada 23 orang jurnalis dan pekerja media massa yang mengalami persoalan ketenagakerjaan di beberapa perusahaan media di Jakarta," ujar Taufiq melalui keterangan pers AJI Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Apabila dilihat dari pola persoalan ketenagakerjaan yang diterima, mayoritas merupakan PHK sepihak oleh perusahaan secara mendadak.
"Perusahaan memberitahukan pekerja pada bulan berjalan. Padahal, gaji bulan sebelumnya belum dibayar dan perusahaan mengaku kesulitan. Pada hari itu juga pekerja dirumahkan tanpa mekanisme yang jelas," lanjut Taufiq.
Kemudian, pada laporan kasus PHK dengan pesangon, jumlah pesangon yang ditawarkan perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan.
"Beberapa perusahaan misalnya hanya memberikan pesangon sebanyak dua kali gaji yang dibawa pulang (take home pay)," tutur Taufiq.
Padahal, lanjut dia, perusahaan yang melakukan PHK karena alasan efisiensi semestinya merujuk pada Pasal 164 ayat 3 UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam pasal tersebut dijelaskan, formulasi pesangon yang diberikan perusahaan itu seharusnya dua kali uang pesangon, satu kali uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Lalu, jumlah uang pesangon ditentukan berdasarkan masa kerja.
"Pada pengaduan yang lain, perusahaan meminta pekerja untuk mengambil cuti tahunan atau cuti tanpa dibayar. Hal itu tentu merugikan pekerja karena upah tidak dibayar sehingga pekerja tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata Taufiq.
Selain itu, AJI Jakarta juga mendapatkan laporan keputusan PHK yang ditangguhkan karena pekerja mempertanyakan hal tersebut.
Lantas perusahaan malah memutasi pekerja itu ke posisi yang tidak sesuai dengan kompetensinya sebagai jurnalis. Misalnya, dimutasi menjadi bagian administrasi dan keuangan.
"Selain laporan yang diterima Posko Pengaduan LBH Pers dan AJI Jakarta, beberapa jurnalis dan pekerja media ada juga yang berkonsultasi terlebih dahulu secara informal terkait wacana akan dilakukan pengurangan upah oleh perusahaan," ungkap Taufiq.
Merujuk kedua hal itu, LBH Pers dan AJI Jakarta mengimbau para pengusaha media untuk mendahulukan solusi yang terbaik untuk kedua pihak.
"Keterbukaan tentang kondisi keuangan perusahaan dan komunikasi menjadi dua indikator penting dalam membangun kepercayaan antara pekerja dengan pengusaha media," tutur Taufiq.
"Kami juga mengimbau para pekerja media untuk sadar akan hak-hak normatif pekerja sehingga akan meminimalisir pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan," lanjut dia.
Taufiq menambahkan, posko Pengaduan LBH Pers dan AJI Jakarta dibuka sejak dua pekan lalu dan terus membuka pengaduan bagi jurnalis dan pekerja media yang mengalami persoalan ketenagakerjaan di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
Setiap pengaduan yang masuk akan diberikan layanan konsultasi hukum secara online terlebih dahulu.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/21/12592051/aji-jakarta-catat-munculnya-gelombang-phk-pekerja-media-akibat-wabah-covid