HARI ini, genap sepuluh hari DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, kebijakan yang dimaksudkan guna mencegah dan menangkal penyebaran virus Corona (Covid-19) ini dinilai tak efektif.
Pasalnya, masih banyak orang yang lalu lalang di jalanan. Sebagian besar warga juga masih beraktivitas seperti biasa, seolah tak ada wabah yang sedang mengintai mereka.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak membantah. Ia mengakui, masih banyak warganya yang belum menyadari dan memahami bahwa DKI Jakarta memberlakukan PSBB. Masyarakat dianggap belum tahu secara jelas apa yang harus dilakukan selama PSBB.
Salah satu kritik tak optimalnya PSBB di Jakarta karena sejumlah kota penyangga belum menerapkan kebijakan serupa.
Untuk itu, guna memaksimalkan upaya pencegahan penyebaran virus Corona sejumlah wilayah penyangga Ibu Kota menerapkan kebijakan serupa.
Lima daerah di Jawa Barat yakni Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi mulai menerapkan PSBB pada Rabu (15/4/2020).
Sama seperti DKI Jakarta, PSBB di Jabar juga mengatur pembatasan aktivitas sekolah dan institusi pendidikan, tempat kerja, fasilitas umum, tempat ibadah, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan penggunaan moda transportasi, penggunaan kendaraan pribadi, hingga mengatur operasional angkutan roda dua berbasis online.
Provinsi Banten juga menerapkan kebijakan serupa. Di "tanah jawara" ini, PSBB dilakukan di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan.
PSBB di Tangerang Raya mulai berlaku Sabtu (18/4/2020). Berbeda dengan DKI Jakarta dan Jabar, PSBB di Tangerang Raya akan berjalan selama 16 hari.
Setengah hati
Di hari ke-10 angka pertambahan kasus Covid-19 di DKI Jakarta masih tinggi. Hingga hari Minggu (19/4/2020) total kasus Covid-19 di Tanah Air mencapai 6.575.
DKI Jakarta menjadi wilayah dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak yakni mencapai 3.032 kasus dengan 292 orang meninggal dunia dan 207 orang dinyatakan sembuh.
Meski PSBB belum bisa dilihat hasilnya karena baru berjalan 10 hari, namun angka ini menunjukkan penyebaran virus ini masih terus terjadi.
Sejumlah kalangan menilai, PSBB di Ibu Kota tak optimal karena tidak dijalankan dengan maksimal.
Kebijakan yang dimaksudkan untuk membatasi lalu lalang dan kerumunan orang ini tak efektif karena masih banyak perusahaan dan perkantoran di DKI Jakarta yang masih beroperasi.
Sementara, hampir sebagian besar buruh dan karyawan perusahaan di Jakarta tinggal di wilayah penyangga. Sehingga mobilitas orang keluar masuk Ibu Kota masih tinggi.
Selain itu, transportasi publik juga masih beroperasi meski ada sejumlah pembatasan. Namun, kerumunan masih tampak di sejumlah stasiun commuterline (KRL) serta penumpang yang memadati setiap gerbong kereta.
Sementara usulan penghentian operasional KRL yang disampaikan DKI Jakarta dan lima wilayah di Jabar yang melakukan PSBB ditolak Kementerian Perhubungan. Padahal, itu dilakukan guna memaksimalkan pelaksanaan PSBB di wilayah mereka.
Aturan yang tumpang tindih antara pusat dan daerah juga dianggap sebagai salah satu faktor yang membuat PSBB tidak efektif.
Misalnya perbedaan pandangan antara Kemenkes dan Kemenhub terkait operasional angkutan roda dua berbasis online. Meski pada akhirnya Kemenhub menyerahkan pelaksanaan aturan tersebut ke pemerintah daerah, namun regulasi tersebut tetap membingungkan.
Ambiguitas kebijakan pemerintah pusat juga terjadi dengan terbitnya Surat Edaran Menteri Perindustrian No.4 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik Dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019.
Edaran ini membuat banyak pabrik/industri termasuk industri non-esensial tetap beroperasi. Hal ini diperparah dengan tidak adanya penegakan hukum bagi yang melanggar.
Diperpanjang atau karantina wilayah
PSBB DKI Jakarta tinggal menyisakan 3 hari. Namun, belum ada tanda-tanda penyebaran Covid-19 di wilayah ini berhenti.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana memperpanjang kebijakan pembatasan tersebut.
Meski diperpanjang, PSBB dinilai tidak akan optimal jika pola yang diterapkan sama dengan sebelumnya.
Untuk itu, pemerintah diminta lebih tegas, terkait aturan maupun penegakan hukumnya. Pasalnya, PSBB tidak akan jalan dan dijalankan tanpa law enforcement.
Selain itu, PSBB dinilai sebagai langkah yang permisif dibanding karantina wilayah, sehingga masyarakat cenderung santai dan tidak menganggap serius kebijakan tersebut.
Ada usulan, jika PSBB tidak efektif, maka pemerintah perlu melakukan lockdown atau karantina wilayah. Alasannya, Kota Wuhan berhasil meredam penyebaran Covid-19 dalam waktu tiga bulan setelah melakukan lockdown.
Bagaimana evaluasi PSBB di DKI Jakarta dan sejumlah daerah penyangga? Apa benar PSBB di Jakarta tak berjalan optimal. Jika iya apa penyebabnya?
Apa benar pemerintah tak serius menerapkan PSBB? Bagaimana daerah menyikapi regulasi yang tumpang tindih terkait PSBB?
Apa dampak penolakan Kemenhub terkait penghentian operasional KRL terhadap pelaksanaan PSBB di Jakarta dan daerah penyangga?
Jika belum maksimal, pilihannya memperpanjang PSBB atau karantina wilayah?
Ikuti pembahasannya dalam talkshow Dua Arah, Senin (20/4/2020) yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 22.00 WIB.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/20/09233691/psbb-setengah-hati