Salin Artikel

Perppu 1/2020 Rawan Penumpang Gelap, Ini Penjelasan Penggugat...

Perppu ini pun telah digugat oleh sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya oleh tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, politisi senior PAN Amien Rais, dan Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono.

Salah seorang anggota kuasa hukum penggugat, Ahmad Yani mengungkapkan, Pasal 27 yang terdapat di dalam perppu tersebut menjadi pasal superbody yang memberikan hak imunitas kepada pemerintah dalam penggunaan keuangan negara.

"Dengan perppu ini, (pemerintah) tidak bisa dituntut dengan alasan apapun. Ini (berpotensi memunculkan) penunggang gelap," kata Yani kepada Kompas.com, Kamis (16/4/2020) malam.

Ia kemudian menyoroti soal ayat (1) pasal tersebut.

Bunyinya, biaya yang telah dikeluarkan pemerintah atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, belanja negara, pembiayaan, stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

"Bagaimana bisa belum dijalankan tapi sudah men-declare tidak ada kerugian negara? Kalau sudah menyatakan tidak ada kerugian negara, berarti sudah menutup wewenang BPK dalam mengaudit dan memeriksa," kata Yani.

Potensi penumpang gelap itu, imbuh dia, terletak di dalam ayat (2), yang menyebutkan bahwa sejumlah jabatan yang melaksanakan Perppu itu tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sejumlah pejabat yang dimaksud, yakni Anggota KSSK, Sekretaris KSS, anggota sekretariat KSSK dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan perppu ini.

"Ini betul-betul bisa digunakan sebagai moral hazard seperti itu. Bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi kita," kata dia.

Padahal, ia mengingatkan, di dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, jika dalam keadaan tertentu pidana mati bisa dijatuhkan kepada koruptor.

Adapun pandemi Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional non alam oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, dapat dikategorikan sebagai keadaan tertentu itu.

"Bencana seperti sekarang kalau ada yang korupsi dia bisa dihukum mati. Dan sekarang mulai terbongkar itu bagaimana staf khusus presiden, perusahaannya bisa memenangkan proyek Kartu Prakerja dan sosialisasi," ungkap dia.

Terkait praktik korupsi pada masa pandemi, diketahui saat ini ada dua staf khusus milenial Jokowi yang tengah mendapat sorotan publik, yakni Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Devara.

Hal itu dikarenakan perusahaan kedua staf milenial itu disebut menjadi mitra pemerintah dalam penanganan Covid-19, sehingga rawan memunculkan konflik kepentingan.

Seperti diketahui, perusahaan yang dipimpin Belva, Skill Academy by Ruang Guru, menjadi salah satu mitra program Kartu Prakerja.

Sementara Andi meminta para camat mendukung relawan PT Amartha Mikro Fintek, perusahaan miliknya, dalam menanggulangi Covid-19.

Dukungan itu tertuang di dalam surat berkop Sekretariat Kabinet yang kemudian ramai dibicarakan di media sosial.

Belakangan, Istana disebut telah menegur keras Andi. Meski demikian, ia tidak diberi sanksi apapun karena telah meminta maaf dan menjelaskan ke publik.

https://nasional.kompas.com/read/2020/04/17/12472191/perppu-1-2020-rawan-penumpang-gelap-ini-penjelasan-penggugat

Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke