"Publik tak memerlukan kebijakan 'efek kejut' tapi kebijakan rasional dan terukur yang memadukan kepemimpinan organisasi, kepemimpinan operasional dan kepemimpinan informasi terpusat sebagaimana yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo sebagai panglima perang melawan pandemi Covid-19," kata Fadjroel dalam keterangan tertulis, Rabu (18/3/2020).
Fadjroel menegaskan, kebijakan pemerintah pusat dan daerah harus rasional, terukur, penuh kehati-hatian karena akan berdampak luas pada keselamatan dan kehidupan publik, 267 juta rakyat Indonesia.
Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini pemerintah pusat dan daerah secara terukur harus menjalankan kebijakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Fadjroel mencontohkan imbauan Presiden untuk melakukan social distancing dengan bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah dari rumah.
Menurut dia, Presiden tak buru-buru memutuskan karantina wilayah atau lockdown karena memperhatikan kehidupan masyarakat.
'"Presiden Joko Widodo tidak memilih kebijakan karantina wilayah, tetapi memilih kebijakan pembatasan sosial," kata dia.
Fadjroel pun mengajak semua pihak untuk bergotong-royong menghadapi masa sulit ini.
Sampai Selasa (17/3/2020) kemarin, total pasien positif terjangkit virus corona di Indonesia sebanyak 172 kasus.
Jumlah pasien Covid-19 yang diumumkan pada Selasa bertambah 38 kasus dari yang diumumkan Senin (16/3/2020) kemarin.
Penambahan jumlah kasus itu merupakan pasien yang berasal dari DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kepulauan Riau.
Berdasarkan data yang dibeberkan, tercatat sebanyak sembilan pasien dinyatakan sembuh dan tujuh pasien meninggal.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/18/16014861/jubir-presiden-publik-tak-butuh-efek-kejut-tapi-kebijakan-rasional