JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan, individu yang pernah melakukan kontak dekat dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi harus melakukan pemeriksaan kesehatan.
Namun, Yuri meminta pemeriksaan tidak dilakukan secara terburu-buru.
"Isu terkait salah satu pejabat tinggi negara yang sudah positif dan keluarga tak keberatan. Yang pernah kontak dekat perlu melakukan pemeriksaan. Betul itu harus dilakukan, tetapi tidak kemudian dengan cara terburu-buru, ramai-ramai datang ke rumah sakit, hingga RS bingung," ujar Yuri dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/3/2020).
Hal itu ia ungkapkan dalam menanggapi keluhan wartawan dan sejumlah pihak terkait pelayanan rumah sakit rujukan pemerintah untuk penanganan virus corona.
Yuri menegaskan semua pihak yang melakukan kontak dekat tidak perlu khawatir.
Terlebih jika tidak memiliki keluhan atau merasakan gejala tertentu.
"Padahal tidak ada keluhan. Kalau ada keluhan minimal, tidak perlu panik, pasti dilayani (oleh RS rujukan)," tegasnya.
Diberitakan, sejumlah orang yang melakukan kontak dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mendatangi rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya.
Di antaranya adalah para wartawan yang pernah berinteraksi dengan Budi Karya selama sepekan terakhir.
Pemeriksaan dilakukan karena Budi Karya Sumadi saat ini diketahui sebagai pasien Covid-19.
Di sejumlah negara, mereka yang melakukan kontak dekat dengan pasien Covid-19 umumnya mendapatkan penindakan, baik itu diminta karantina atau isolasi, serta pemeriksaan.
Di Indonesia, orang yang belum menunjukkan gejala sakit tetapi baru pulang dari negara atau wilayah episentrum virus corona dikategorikan sebagai Orang dalam Pemantauan (ODP).
Bagi mereka yang belum sakit tetapi sudah kontak dengan pasien Covid-19 juga bisa masuk kategori ODP.
Sedangkan, mereka dengan kategori sama tetapi sudah menunjukkan gejala sakit, mereka bisa masuk kategori Pasien dalam Pengawasan (PDP).
Namun, sejumlah RS Rujukan Covid-19 justru memberikan penolakan saat wartawan berinisiatif untuk memeriksakan diri.
Padahal, mereka berinisiatif untuk mengetahui apakah sudah dikategorikan sebagai ODP dan berharap ada tindak lanjut dari pemerintah.
Penolakan ini terjadi pada Minggu (15/3/2020), sehari setelah Istana Kepresidenan mengumumkan Budi Karya positif virus corona.
Bahkan, ada juga kisah mereka yang dikategorikan sebagai PDP, namun mendapat penanganan tak optimal.
Dia bahkan dimasukkan ke ruang isolasi sempit, yang diisi enam orang dengan kerentanan yang sama.
Seorang jurnalis radio yaitu R, misalnya, ditolak mentah-mentah saat memeriksakan diri ke RSUP Persahabatan. Ia mengaku datang ke rumah sakit rujukan pemerintah di Jakarta Timur itu pada pukul 09.00 WIB.
Setibanya di sana, R bertanya kepada petugas terkait pemeriksaan Covid-19. R menjelaskan bahwa dirinya mengalami batuk, pilek, demam, sakit tenggorokan, dan sesak nafas.
Selain itu, ia juga menjelaskan dirinya sempat bertemu Menhub Budi Karya. Bukannya diperiksa, R malah diminta pulang ke rumahnya.
"Saya diminta makan yang sehat, tidur, istirahat, nanti juga sembuh," kata R.
Namun, R tetap berusaha meyakinkan petugas RS terkait kondisinya. Petugas tersebut justru marah sambil mengeluh kewalahan menangani banyaknya orang yang memeriksakan diri ke RSUP Persahabatan.
"Dia sambil marah bilang, 'jujur saja kami sudah kewalahan dari kemarin ruangan sudah penuh. Kami hanya melayani yang sudah daftar kemarin.' Terus dia minta dua satpam untuk jaga pintu ruangan supaya enggak ada yang masuk," kata R.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/16/18472311/masyarakat-diminta-tak-terburu-buru-dan-panik-saat-lakukan-tes-virus-corona