Apalagi, menurut dia, pemerintah dan Komisi IX sudah sepakat tidak menaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III.
"Sesungguhnya ini menampar muka pemerintah sendiri, harusnya pemerintah melalui Kemenkeu dan Kemenkes melaksanakan kesepakatan dengan komisi IX, kan sudah sering rapat dengan DPR Kemenkes sepakat untuk tidak menaikan iuran BPJS kelas 3, tetapi lagi-lagi dinaikan lagi," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Hidayat menilai, langkah pemerintah yang tetap memutuskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak menghormati DPR.
Ia mempertanyakan apakah Kemenkes menyampaikan kesepakatan dengan Komisi IX terkait iuran BPJS Kesehatan kepada Presiden Jokowi atau tidak.
"Dan itu kemudian pemerintah bahkan Pak Jokowi sampai mendorong dan membuat perpres. rakyat melakukan judicial review, MA mengabulkan keinginan rakyat. Keinginan rakyat itu adalah kesepakatan Kemenkes dengan DPR," ujar dia.
Lebih lanjut, Hidayat meminta pemerintah melaksanakan putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut karena keputusan MA bersifat final dan mengikat.
Pada Senin (20/1/2020) lalu, Komisi IX DPR RI mempersoalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III saar rapat dengan pemerintah. Komisi XI meminta agar pemerintah kembali menurunkan iuran tersebut.
Komisi IX juga mengaku disalahkan oleh buruh karena dianggap mendukung kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Hampir semua anggota Komisi IX bersuara untuk tidak melanjutkan rapat dengar pendapat (RDP) bila tak ada hasil.
Kendati demikian, pemerintah tetap menjalankan rencananya menaikan iuran BPJS Kesehatan dengan diterbitkannya Perpres tentang Sistem Jaminan Sosial.
Perpres tersebut digugat oleh kelompok masyarakat yang tergabung dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) ke Mahkamah Agung.
Hingga akhirnya, MA memutuskan mengabulkan sebagian uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, putusan itu dibacakan pada Februari lalu.
"Ya (sudah diputus). Kamis 27 Februari 2020 diputus. Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Andi ketika dikonfirmasi wartawan, Senin (9/3/2020).
Sementara itu, dikutip dari dokumen putusan MA, hakim agung menyatakan, Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian putusan tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/10/21444871/ma-batalkan-kenaikan-iuran-bpjs-hidayat-nur-wahid-tamparan-bagi-pemerintah