Itu lantaran proyek tersebut tak kunjung kelihatan progresnya setelah 14 hari kalender. Menurut Ituk, pihak APP seharusnya mengajukan pencairan uang muka tanggal 25 Januari 2019.
Namun, pengajuan baru dilakukan pada bulan April 2019.
Hal itu diungkap Ituk saat bersaksi untuk mantan Direktur Keuangan PT AP II, Andra Y Agussalam.
Adapun Andra merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait pengadaan semi baggage handling system (BHS) di sejumlah bandara yang ada di bawah naungan PT AP II.
"Yang mengajukan (pencairan uang muka) Pak Wisnu (Direktur PT APP). Dokumen dibawa Pak Marzuki (Mantan Executive General Manager Divisi Airport Maintanence AP) ke ruangan saya," kata Ituk di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Ituk menceritakan, Marzuki memintanya menandatangani berkas untuk pembayaran uang muka tersebut.
Itu tak serta-merta langsung menandatangani berkas tersebut. Ia mengaku memeriksa dengan teliti berkas pengajuan itu.
"Waktu itu sempat saya berpikir lama. Saya mikir, kenapa ini di tanda tangannya bulan Januari tapi baru mengajukan DP-nya April. Kan ada selisih 4 bulan. Saya berpikir, kok lama sekali ya. Ada apa? Nah kemudian saya menanyakan kepada Pak Uki (Marzuki), Pak ini proyeknya jalan enggak? Belum, Bu," kata dia.
"Kemudian, ada progres enggak? Dijawab, belum, Bu. Lah saya mikir lagi, kalau belum, terus saya ngeluarin uang Rp 21 miliar, kalau enggak jalan ya gimana. Progres itu dari sisi administrasi dan pelaksanaannya. Yang penting itu jalan," ucap Ituk.
Sesuai dokumen kontrak, kata Ituk, PT AP II berhak membatalkan atau memutus perjanjian tersebut baik sebagian atau keseluruhan.
"PT AP II berhak membatalkan atau memutuskan perjanjian ini baik sebagian atau seluruhnya apabila terpenuhi salah satu keadaan di bawah ini. Poin b, pelaksana pekerjaan belum atau tidak memulai pelaksanaan pekerjaan setelah 14 hari kalender. Maksimalnya kan 25 Januari ya, bisa ditagihkan," ujar Ituk.
Alasan kedua ia tak menyetujui pencairan uang muka tersebut lantaran tidak adanya barcode pada faktur pajak dari PT APP.
"Faktur pajaknya belum ada barcode-nya jadi belum sah untuk dapat ditandatangani. Barcode itu maksudnya untuk sahnya suatu faktur pajak. Sehingga baru dianggap layak," kata Ituk.
Dalam perkara ini, Andra didakwa menerima suap sebesar 71.000 dollar Amerika Serikat (AS) dan 96.700 dollar Singapura dari mantan Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) , Darman Mappangara.
Menurut jaksa, suap tersebut diberikan Darman secara bertahap lewat Taswin Nur.
Adapun Taswin divonis bersalah oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Sementara itu, Darman dituntut 3 tahun penjara oleh jaksa KPK atas perbuatannya.
Menurut jaksa, suap tersebut dimaksudkan agar Andra selaku salah satu petinggi AP II mengupayakan PT INTI menjadi pelaksana pekerjaan dalam pengadaan dan pemasangan semi BHS di sejumlah bandara yang berada di wilayah cabang AP II.
Uang tersebut juga demi proses kontrak pekerjaan antara PT INTI dan PT APP dan pembayaran serta penambahan uang muka cepat terlaksana.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/26/13594811/proyek-tak-ada-progres-petinggi-ap-ii-mengaku-tolak-pencairan-uang-muka-rp