Salin Artikel

Souw Beng Kong, Kapiten Etnis Tionghoa Berpengaruh yang Dipercaya Belanda...

Souw Beng Kong lahir sekitar 1580, pada masa Dinasti Ming, di Tang Oa, dekat Kota pelabuhan Amoy, Provinsi Hok Kian, China.

Kepiawaiannya dalam berdagang, ditambah pengaruhnya yang sangat besar membuat Pemerintah Hinda Belanda menaruh perhatian besar kepada Souw Beng Kong.

Pada 1611, Banten dikenal menjadi salah satu wilayah yang memiliki hasil bumi berkualitas. Souw Beng Kong menjadi salah satu saudagar hasil bumi tersebut.

Bagi petani Banten, andil Souw Beng Kong amat besar. Ia dipercaya menjadi negosiator tiap kali petani Banten menjual hasil buminya ke pedagang asing seperti Portugis, Inggris hingga Belanda.

Bersama Souw Beng Kong, para pedagang Tionghoa yang mendiami tanah Banten juga mendapat hati dari Kesultanan Banten.

Kesultan Banten merasa puas dengan keberadaan Souw Beng kong dan orang-orang Tionghoa lainnya. Pasalnya orang-orang Tionghoa banyak mengajarkan teknologi baru di bidang pertanian.

Mereka mengajarkan pematangan dan pengairan karena sebelumnya hasil panen padi warga dianggap kurang memuaskan.

Namanya yang kian tersohor membawanya berkenalan dengan Gubernur Jenderal JP Coen. 

JP Coen terpincut bukan saja karena Souw adalah seorang saudagar terkenal, namun juga karena pengaruh besarnya.

Souw Beng Kong awalnya enggan berhubungan dengan orang Belanda. Hal itu tak lepas dari adanya perjanjian antara Belanda dan Pangeran Jayakarta pada 1614.

Dimana isi perjanjian itu melarang orang-orang Tionghoa membangun rumah di sekitar loji yang didirikannya. Orang-orang Tionghoa pun melakukan pemboikotan terhadap Belanda.

Menyadari situasi tak menguntungkan Belanda, akhirnya JP Coen menghapus peraturan tersebut. Tepatnya setelah Belanda menaklukan Jayakarta pada 1619.

Karena kadung tak percaya, orang-orang Tionghoa tetap tak mau berhubungan dagang dengan Belanda.

Ketika orang-orang Tionghoa menegaskan tak ingin berhubungan dengan Belanda, JP Coen teringat Souw Beng Kong yang dinilainya punya pengaruh besar.

"JP Coen akhirnya sadar bahwa ia harus mempergunakan tangan Souw Beng Kong untuk mempengaruhi dan mengurus orang-orang Tionghoa di Batavia," tulis Benny G Setiono dalam buku "Tionghoa Dalam Pusaran Politik.

Situasi semakin menguntungkan JP Coen saat ketika Kesultan Banten melakukan kesalahan fatal akibat pembongkaran rumah-rumah Tionghoa di Pantai Banten.

Keputusan tersebut membuat Souw Beng Kong dan kawannya, Lim Lak berpindah ke Batavia yang diikuti 170 kepala keluarga Tionghoa.

Souw Beng Kong pun memiliki andil besar ketika orang-orang Tionghoa berpindah ke Batavia. Ia menampung mereka.

Situasi ini pun dimanfaatkan JP Coen dengan mengangkat Souw Beng Kong menjadi kapiten pertama Tionghoa.

Melayani urusan sipil

Tugas kapiten yang diembannya salah satunya adalah mengurusi urusan sipil, termasuk mengatasi berbagai keributan kecil di antara sesama orang Tionghoa.

Setahun berselang, tepatnya pada 24 Juni 1620, di Batavia dibentuk College van Schepenen. Souw Beng Kong sebagai kapiten yang mengurus orang Tionghoa diberi jabatan di dalam dewan tersebut.

Jabatan Bengkong di dalam dewan itu bukan hanya memberikan nasihat, tetapi ia juga diberi kuasa penuh untuk menangkap orang Tionghoa yang dinilai bermasalah.

Dalam melaksanakan tugasnya, Souw Beng Kong dibantu seorang sekretaris bernama Gouw Cay.

Kedua pimpinan orang Tionghoa ini tidak diberi gaji. Tetapi diberi hak untuk menarik tunai sebesar 20 persen dari pajak yang dikenakan pemerintah kepada para penyelenggara rumah judi di Batavia.

Pemerintah Hindia Belanda sengaja memelihara rumah judi agar bisa menarik uang dari para budak dan kuli kontrak yang sangat kecanduan judi.

"Rumah-rumah judi tersebut harus membayar kepada para patcher sebagai pajak menangani sampai 3.100 dolar, bahkan kadang-kadang sampai 6.000 sterling per bulannya," terang Benny.

Semakin berpengaruh

Di bawah komando Souw Beng Kong, jumlah penduduk Tionghoa meningkat pesat. Pada 1622 menembus 1.000 orang. Jumlah itu dua kali lipat lebih pada 1619 yang hanya sekitar 400 orang.

Pemboikotan kepada pemerintah Belanda berangsur-angsur dihentikan karena pemerintah Belanda memberi kebebasan membangun rumah bagi orang Tionghoa.

Daerah perumahan berkembang cepat. Demikian juga sektor perdagangan. Souw Beng Kong pun diyakini menjadi salah satu orang yang turut serta membangun Batavia bersama JP Coen.

"Karena jasanya dengan surat keputusan tertanggal 1 Februari 1623 Gubernur memberi hadiah dua bidang kebun kelapa kepada Souw Beng Kong. Di atas kebun kelapa tersebut dibangun rumah-rumah batu yang biayanya ditanggung VOC, penjagaan siang-malam oleh tentara VOC, juga diberikan demi keamanan Souw Beng Kong dan keluarganya," ungkap Benny.

Merenggang

Benny menyebut, dalam catatan "kalapaci" dinyatakan bahwa orang-orang dari Tiongkok Selatan tidak suka berhubungan dengan pemerintah Belanda di Batavia.

Musababnya adalah kapal-kapal Tiongkok yang akan kembali ke negaranya kerap dirampas armada Belanda di perairan Nusantara.

Hasil rampasannya di angkut ke Batavia. Begitu juga awak kapal yang dijebloskan ke penjara guna dijual ke hartawan Tionghoa.

Menyadari kejadian tersebut akan menyurutkan hubungan dengan Souw Beng Kong, pihak Belanda kemudian memberikan izin Souw Beng Kong bersama Gouw Cay diberi izin untuk membuat mata uang sendiri.

Bahannya terbuat dari timah yang dibeli dari VOC tanpa dikenakan pajak.

Setelah berhasil memenangi konflik antara Sultan Agung, tentara Banten, dan Inggris pada 1628 hingga 1629, Belanda mengeluarkan aturan ketat.

Di mana setiap warga dilarang bepergian tanpa surat izin dari Pemerintah Hindia Belanda. Aturan tersebut tak disambut senang Souw Beng Kong. Ia pun mengajukan permohonan untuk kembali ke Tiongkok.

Meninggal di Batavia

Pada 14 Maret 1639, Souw Beng Kong kembali ke Batavia setelah sebelumnya tinggal di Taiwan. Sekembalinya ke Batavia, ternyata Souw Beng Kong masih mendapat tempat.

Pemerintah Hindia Belanda kemudian membuat Balai Harta untuk mengurus dan melindungi harta warisan yang ditinggal mati oleh para hartawan Tionghoa yang tidak mempunyai ahli waris lagi.

Souw Beng Kong pun mendapat kepercayaan dan diangkat menjadi kepalanya.

Bersama Lim Lak, Souw Beng Kong mengajukan resolusi agar pemerintah menaruh perhatian serius kepada kampung orang Tionghoa, yang untuk menjaga kesehatan, harus segera diperbaiki.

Tuntutan kedua orang ini dipenuhi pemerintah Belanda. Usia Souw Beng Kong yang semakin uzur, kemudian posisinya diganti Lim Lak pada 21 Juli 1636.

Pada 8 April 1644, menjadi duka bagi masyarakat Batavia. Souw Beng Kong meninggal. Seluruh masyarakat Tionghoa berkabung, demikian juga Pemerintah Hindia Belanda.

Ribuan orang turut mengantarkan jenazah ke pemakaman. Bahkan Pemerintah Hindia Belanda memberikan penghormatan secara militer.

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/27/07402981/souw-beng-kong-kapiten-etnis-tionghoa-berpengaruh-yang-dipercaya-belanda

Terkini Lainnya

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke