Sesuai dengan putusan uji materi Mahkamah Konstitusi (MK), mantan narapidana yang dilarang mencalonkan diri pada pilkada adalah mereka yang belum sampai lima tahun keluar dari penjara.
Di luar itu, eks napi, termasuk eks napi koruptor, tetap dibolehkan menjadi calon kepala daerah.
"Ini bukan persoalan percaya diri atau enggak percaya diri. Problemnya adalah MK sudah memutuskan bahwa napi korupsi boleh maju (pilkada), bukan hanya napi korupsi, napi apa pun boleh maju setelah jeda lima tahun," kata Arief di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2020).
Arief mengatakan, karena adanya putusan MK itu, sudah tidak relevan lagi untuk berpolemik mengenai ada tidaknya larangan mantan napi korupsi maju pada pilkada.
KPU, kata dia, membuat aturan sesuai dengan putusan hukum MK.
"Karena putusan MK sudah memperbolehkan (napi korupsi ikut pilkada) ya sudah enggak bisa lagi (melarang)," ujar Arief.
Atas putusan MK itu, KPU telah berkomunikasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (HAM) serta ahli hukum.
Hasil dari komunikasi ini dijadikan bahan pertimbangan bagi KPU dalam menyusun Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pilkada yang memuat aturan pembatasan pencalonan mantan narapidana.
Arief berharap, pihaknya dapat segera menyelesaikan PKPU tersebut karena tahapan Pilkada 2020 telah berjalan.
"Tentu kalau kita penginnya (PKPU) cepet (selesai) ya. Makanya kita melakukan terus pembahasan, terus penyempurnaan, terus harmonisasi," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Perkara ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
Oleh karena MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal tersebut menjadi berubah. Setidaknya, ada empat hal yang diatur dalam pasal itu.
Pertama, seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik.
Kedua, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.
Selanjutnya, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seorang mantan napi.
Terakhir, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/24/11431581/ketua-kpu-problemnya-mk-putuskan-eks-napi-korupsi-boleh-ikut-pilkada