"Potensi PHK masal. Bayangin kita sudah jadi pengungsi, kita diusir dari rumah kita sendiri, diusir dari tanah kita sendiri," kata Elena dalam diskusi publik bertajuk 'Omnibus Law untuk Siapa?' di Kantor LBH Jakarta, Minggu (19/1/2020).
"Kemudian kita juga akan dihilangkan upaya penghidupan kita," lanjut dia.
Elena mengatakan, potensi PHK ini tidak hanya akan dialami para pekerja baru. Tetapi pekerjaan yang permanen pun juga bisa dikenakan PHK masal.
"Dan ini bukan hanya terjadi buat pekerja yang muda saja. Tapi yang sudah lama kerja harus menghadapi potensi ini," ungkap dia.
Selain itu, tambah Elena, RUU Omnibus Law juga akan berdampak pada pengurangan upah minimum, berpotensi terjadi diskriminasi, penghilangan jaminan sosial dan hilangnya sanksi pindana dalam pekerjaan.
"Setidaknya hari ini supaya besok bisa hidup, supaya bisa hidup lagi dan kerja lagi di hari berikutnya. Bahwa tidak ada lagi jaminan atau jaring pengaman yang ada buat para pekerja," sambung dia.
Meski demikian, Elena tidak menyebut secara rinci pasal mana dalam RUU Omnibus Law yang bakal berdampak negatif seperti yang dikemukakannya di atas.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sudah masuk tahap finalisasi.
Setidaknya pada pekan ini draf rancangan undang-undang sapu jagat tersebut rampung dan bisa diserahkan ke DPR pekan depan.
Airlangga pun mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan semua poin dalam 11 klaster yang akan dibahas dalam UU Cipta Lapangan Kerja, termasuk yang selama ini diperdebatkan, yaitu klaster Ketenagakerjaan.
"Jadi ini kami jadwalkan agar ini bisa selesai di akhir Minggu ini," ujar Airlangga di kantornya, Rabu (14/1/2020).
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/19/18351661/ruu-omnibus-law-diprediksi-ciptakan-phk-masal