Hal itu ia sampaikan merespons temuan survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyatakan 39 persen dari 1.540 responden menganggap China negara paling berpengaruh di kawasan Asia, termasuk di Indonesia.
"China itu sudah tidak terbantahkan lagi pengaruhnya di seluruh dunia. Jangankan di Asia, di seluruh dunia. Penguasa manapun, siapapun yang jadi presiden di Indonesia, tidak akan mungkin bisa lepas dari bekerja sama atau tidak bekerja sama dengan China. Pilihan kerja sama itu menjadi realistis daripada tidak," kata dia di Hotel Erian, Jakarta, Minggu (12/1/2020).
Pengamat yang aktif mengajar di Universitas Paramadina dan Universitas Bina Nusantara ini menilai, sekalipun dibandingkan Amerika Serikat, China merupakan negara yang memiliki cadangan devisa lebih banyak.
"Jadi yang berkuasa itu pasti minta investasi China. Ini bukan negara kita aja. Turki misalnya, Erdogan pun bulan Juni kemarin dia minta uang kepada China dan diberi cash 1 billion US dollar, that was the biggest support in cash. China itu punya intensi untuk mendekat, uangnya juga lebih liquid," katanya.
Di Indonesia, kata Dinna, begitu banyak barang yang digunakan masyarakat Indonesia dalam kesehariannya merupakan produk yang berasal dari China, seperti telepon seluler.
"Bicara soal kepemilikan handphone saja sudah terbukti kuartal ketiga 2019 yang dominan, bukan lagi AS dan sekutunya seperti Samsung atau Apple. Tapi China dengan segala macam bentuknya. Induk perusahaan China itu sudah menguasai pasar Indonesia," katanya.
Dinna menuturkan, kehadiran China secara kasat mata tak sekadar dirasakan masyarakat Indonesia saja.
Negara-negara lain juga mengalami hal yang sama, baik negara tetangga hingga negara di Eropa.
"Di Timor Leste, bangunan pemerintah itu kebanyakan dibangun pemerintah China. Kamboja juga. Saya ke Italia, kehadiran China juga berasa, billboard besar pun di kota yang antik itu adanya Huawei, bukan Apple. Di tempat strategis juga demikian," ujarnya.
Ia pun juga merujuk pada laporan terakhir European Council on Foreign Relations yang menyebutkan, 57 persen orang Eropa merasa negaranya tak lagi terlindungi secara ekonomi dari manuver-manuver China.
"Jadi sama, mereka yang merasakan di Eropa juga demikian sama. Ini menguat dimana-mana," ujar dia.
Secara khusus, Dinna menilai perasaan akan pengaruh China juga berkembang sejak Pilkada DKI Jakarta yang melibatkan sosok Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
Menurut dia, sentimen soal China juga terjadi di Pilpres 2014 dan 2019, dimana Joko Widodo kerap diisukan sebagai antek asing, khususnya China.
"Pemilu yang disebut spektakuler karena polarisasinya begitu tinggi, membuat khawatir kita saat itu. Ternyata juga terefleksi ketika masing-masing pihak bicara tentang negara mana yang sebaiknya lebih dekat dalam hubungan diplomasi kita ke depan," lanjut dia.
"Jelas waktu itu kubu Prabowo-Sandi memilih berjarak dengan asing, siapapun itu, apalagi China. Sementara yang lain nganggap kerja sama dengan asing itu bagian upaya terintegrasi secara global untuk meningkatkan perekonomian. Di Pilkada DKI itu yang belum lama berlalu, itu kan juga mirip-mirip," tutur Dinna.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/12/22153131/menurut-pengamat-siapa-pun-presiden-indonesia-tak-mungkin-tak-kerja-sama