Ia menanggapi Ketua MPR Bambang Soesatyo yang mengajak para anak muda untuk mendukung pilkada tidak dilaksanakan secara langsung.
"Sebagai sebuah aspirasi dari Pak Bamsoet (Bambang Soesatyo) boleh-boleh saja, tetapi PPP tidak ingin memutar jam sejarah, kita yang sudah maju jangan kembali dimundurkan," kata Baidowi usai Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (15/12/2019).
Baidowi setuju bahwa pelaksanaan pilkada harus dievaluasi. Namun, menurut dia, evaluasi tidak serta merta mengubah mekanisme pilkada dari langsung menjadi tidak langsung.
Menurut dia, yang harus dilakukan adalah evaluasi agar biaya politik bisa ditekan, misalnya dengan memangkas masa kampanye dari enam bulan menjadi tiga bulan.
Alternatif lain, pembiayaan dana saksi dari subsidi negara. Kemudian, memaksimalkan penegakkan hukum terhadap praktik politik uang.
Selain itu, penguatan posisi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi praktik politik uang di TPS dan lainnya.
"Artinya yang dikurangi beban dari calon supaya dia tidak mencari uang kembalian," ujar Baidowi.
Ia mengatakan, evaluasi pilkada itu nantinya bisa dituangkan dalam revisi Undang-Undang Pilkada yang sudah dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR jangka menengah.
Forum DPR dan pemerintah ke depan akan menentukan mekanisme pelaksanaan pilkada. Namun, PPP pribadi menilai bahwa pilkada secara langsung masih yang terbaik hingga saat ini.
"Saat ini PPP masih beranggapan bahwa ya pilkada langsung itu masih yang baik. Karena memberikan kesempatan kepada siapapun anak bangsa yang memiliki kemampuan, kapabilitas, integritas, prestasi berpeluang maju sebagai pimpinan daerah," kata Baidowi.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/15/16404971/soal-wacana-pilkada-tak-langsung-ppp-jangan-putar-balik-jam-sejarah