Hal ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Antikorupsi pertama oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Merdia, Meksiko, pada 9-11 Desember 2003.
Di Indonesia sendiri, penegasan terhadap upaya pemberantasan rasua ditandai dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2002 lalu. Dasar hukum pembentukan lembaga tersebut adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi.
Akan tetapi, langkah pemberangusan terhadap praktik korupsi sebenarnya tak hanya terjadi pasca-Reformasi 1998.
Bahkan, setelah era kemerdekaan pun, aparat penegak hukum sudah cukup gencar melakukan pemberantasan korupsi.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com dalam dokumentasi Harian Kompas, pada masa Orde Lama dan Orde Baru pun sudah ada upaya untuk menghukum mati koruptor. Meskipun pada akhirnya pelaku hanya diganjar kurungan penjara.
Berikut beberapa kasus korupsi yang terjadi saat masa-masa awal kemerdekaan:
Korupsi Minyak
Jaksa Penuntut Umum BAS Tobing mengajukan tuntutan masing-masing lima tahun penjara kepada Kepala Depo PT Shell Kramasan Kertapati, Palembang Singgih Handjojo dan Kepala PN Pertamin Perwakilan Sumsel di Palembang, Jahja Abdurrachman, pada Agustus 1965 silam.
Keduanya didudga telah melakukan pemalsuan DO penjualan minyak pelumas dan melanggar pasal tindak pidana korupsi. Mereka dianggap merugikan negara sebesar Rp 4.650.000.
Peristiwa itu terjadi sekitar bulan November 1964. Keduanya mencantumkan harga di atas nota pengangkutan di bawah harga tertinggi, setelah minyak pelumas dinaikkan 200 persen dari harga tersebut.
Kasus itu bahkan mendapat sorotan dari Jaksa Agung. Sebab, perbuatan keduanya terjadi pada saat negara tengah gencar melakukan nasionalisasi aset perusahaan yang di dalamnya terdapat modal asing.
Korupsi Jembatan Lubuk Buaya
Dalimin Kasimin BRE, Danis Katar dan Sjahrun Sirun diganjar masing-masing hukuman 1 tahun 5 bulan 23 hari, 1 tahun 4 bulan dan 1 tahun 2 bulan, dipotong masa tahanan oleh Pengadilan Negeri Padang pada Agustus 1965.
Ketiganya dinyatakan bersalah telah melakukan perbuatan korupsi dalam proyek pembangunan Jembatan Lubuk Buaya di Padang, Sumatera Barat.
Ketiga terdakwa sebelumnya dituduh melakukan tujuh kejahatan yakni membuat surat palsu sebagai Pegawai Negeri Pekerjaan Umum dalam proyek tersebut, usaha pemborongan yang pengurusan dan pengawasannya diserahkan kepada mereka, dan pencurian.
Selain itu, mereka juga dituduh melakukan penggelapan besi siku-siku, baut, batu pecah, serta menggelapkan uang kurang lebih Rp 1.770.620,50.
Tuntutan yang dijatuhkan PN Padang lebih rendah dibandingkan tuntutan yang diajukan JPU Sjahrun Harahap kepada ketiganya. Dalam tuntutannya, ketiganya dituntut masing-masing 3 tahun penjara, 2 tahun 10 bulan dan 2 tahun 6 bulan, dipotong masa tahanan.
Atas putusan hakim tersebut, JPU kemudian mengajukan banding, lantaran ketiganya masih diperiksa dalam kasus lain terkait proyek perbaikan jalan.
Tuntutan Mati Kapten Iskandar
Mantan Manager PN Triangle Corporation, Kapten Iskandar dituntut hukuman mati oleh Jaksa Tentara Mayor Mochtar Harahap dalam sidang yang dilangsungkan di Pengadilan Tentara Daerah Militer VI Siliwangi.
Iskandar dituduh menyalahgunakan kedudukan dan jabatannya dengan cara melakukan tindak pidana korupsi serta melakukan pelanggaran atas perintah Penguasa Perang Daerah Jawa Barat.
Mantan perwira bawah itu dituduh telah melakukan penjualan kopra dan minya kelapa dengan harga lebih dari semestinya, serta memperkaya para pemilik, pengusaha pabrik minya di Bandung, Cirebon, dan Rangkasbitung.
Akibat perbuatannya, negara dan masyarakat sepanjang 1960-1961 dirugikan Rp 6 miliar.
Selain dituntut hukuman mati, jaksa juga meminta agar negara menyita seluruh harta kekayaannya yang diperoleh dari hasil kejahatannya.
Selain melakukan korupsi kopra, Iskandar juga dituduh melakukan penggelapan tekstil dan benang tenun senilai Rp 1 miliar.
Namun saat itu majelis hakim hanya menjatuhi Iskandar pidana 20 tahun penjara.
Namun pada saat banding, Mahkamah Militer Tinggi Jakarta justru meringankan hukuman Iskandar menjadi 7 tahun penjara dikurangi masa hukuman dan ditambah dengan dicabut haknya untuk memangku segala jabatan selama sepuluh tahun.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/09/05430011/ini-kasus-kasus-korupsi-yang-terjadi-setelah-kemerdekaan-