Salin Artikel

Kekhawatiran Munculnya Oligarki...

Mereka mengkritik beberapa hal yang dianggap memberikan peluang bagi segelintir orang dari kelompok tertentu memegang kekuasaan.

Kekhawatiran ini muncul pertama kali pasca-penyusunan Kabinet Indonesia Maju pada Oktober lalu.

Penyusunan Kabinet

Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai komposisi menjadi wujud kuatnya pengaruh oligarki politik dan ekonomi.

Sebabnya, pemilu berbiaya mahal dan menurut kalkulasi butuh biaya triliunan.

Para penyumbang itu berasal dari kelompok pengusaha. Mereka tidak hanya memberikan bantuan berupa uang, tapi juga berupa logistik untuk mendukung kampanye.

Sumbangan-sumbangan itu juga dinilainya tidak bisa dikontrol. Sehingga, nilai biaya kampanye pun semakin tinggi.

"Bisa kita cek kok nama-nama mereka, pasti mereka ada jejaring dengan oligarki politik dan ekonomi. Enggak mungkin tidak berjejaring mereka," ujar Ubedilah dalam diskusi bertajuk Menakar dan Memproyeksikan Komitmen HAM Pemerintah Melalui Komposisi Kabinet di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Presiden Jokowi dinilainya terjebak di antara dua kepentingan itu.

Ia pun agak pesimistis apakah nantinya Jokowi bisa menghasilkan lompatan baru di tengah situasi seperti itu. Termasuk dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Ya saya menunggu apakah presiden bisa melakukan lompatan di situasi itu. Misalnya berani enggak membentuk atau mengimplementasikan pengadilan HAM? Kan sampai hari ini kan problem HAM itu kita tidak pernah berani membuatnya," kata dia.

Apalagi, lanjut Ubedilah, ada menteri di kabinet Jokowi yang diduga tersangkut dengan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

"Jadi berat. Tapi di dalam politik ya memang bisa saja berubah. Kita lihat nanti ke depannya," ucapnya.

Bergabungnya Prabowo

Kekhawatiran atas oligarki juga diungkapkan ketika rival politik Presiden Jokowi saat Pilpres 2019, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, bergabung dengan pemerintah.

Presiden Jokowi menunjuk Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Hingga saat ini, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang secara tegas menyatakan sikap sebagai oposisi.

Sedangkan dua parpol lain yang menjadi mitra koalisi PKS bersama Gerindra, yakni PAN dan Demokrat, belum menyatakan sikap.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan bahwa partainya menghormati keputusan Prabowo bergabung dalam pemerintahan. Namun, ia berharap PAN dan Demokrat tetap menjadi oposisi.

Mardani khawatir jika semua partai bergabung ke pemerintah akan tercipta sistem oligarki dan pemerintahan berjalan tanpa ada kekuatan penyeimbang.

"Saya agak khawatir nanti yang terjadi adalah bukan lagi adu argumen, adu gagasan dengan kualitas akademis ataupun kualitas kecendekiawanan, tetapi lebih kepada bagaimana kepentingan jangka pendek dan kepentingan kelompok-kelompok tertentu," ujar Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).

Menurut Mardani, demokrasi Indonesia akan mengalami kemunduran jika tidak ada lagi parpol yang menjadi oposisi.

Ia menilai, oposisi dibutuhkan sebagai kekuatan penyeimbang atau menjalankan sistem check and balance.

Jika tidak ada kekuatan penyeimbang, kata Mardani, hal itu akan berpengaruh pada keputusan politik yang harus diambil, misalnya terkait wacana amandemen UUD 1945 yang belakangan digulirkan oleh MPR.

"Kekuatannya tentu bisa dibilang berlebihan, tetapi tetap kita tidak bisa menegasikan betapa godaan kekuasaan itu sangat besar," kata Mardani.

"Seperti apa bangsa ini ketika keseimbangan politik tidak ada, padahal ada keputusan fundamental akan diambil," ucap dia.

Pemilu Tak Langsung

Belakangan, panggung politik diramaikan dengan wacana perubahan sistem pemilihan umum secara tak langsung.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto berpendapat, munculnya wacana pemilu tidak langsung menunjukkan adanya pergeseran demokrasi ke arah oligarki.

Setidaknya muncul dua wacana pemilu di tengah rencana amendemen UUD 1945, yakni wacana presiden kembali dipilih oleh MPR dan Pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

"Wacana para elite politik beberapa waktu belakangan ini tentang pemberlakuan pemilu tidak langsung, bisa membuka ruang yang sangat terbuka tumbuh suburnya oligarki demokrasi," ujar Didik melalui keterangan tertulisnya, Jumat (29/11/2019).

Pemerintahan oligarki artinya kekuasaan politik dipegang oleh segelintir orang atau kelompok tertentu saja.

Didik mengatakan, apabila oligarki sudah menguasai demokrasi, maka dipastikan cita-cita terwujudnya pemerataan kekuasaan dan kemakmuran rakyat semakin jauh.

Menurut dia, pemerintahan oligarki akan berdampak pada meningkatnya ketimpangan di masyarakat serta terpusatnya kekuasaan dan kekayaan.

"Kalau sampai oligarki menguasai dan mengontrol sistem demokrasi, maka jangan salahkan kalau oligarki demokrasi akan abai terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyat," kata Didik.

Pemberlakuan sistem pemilu secara tidak langsung, lanjut Didik, berpeluang merampas hak dan kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpinnya.

"Kalaupun dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada langsung perlu penyempuraan, sudah seharusnya dilakukan perbaikan bukan menggeser bandul demokrasi yang selama sudah berjalan baik, berjalan demokratis dan fair," tutur dia.

Secara terpisah, Presiden PKS Sohibul Iman tak sepakat dengan wacana penerapan sistem pilkada melalui DPRD.

Sohibul menilai mekanisme pilkada yang dilaksanakan secara langsung atau dipilih oleh rakyat masih lebih baik ketimbang pemilihan oleh DPRD.

"Kami masih melihat bahwa pemilihan langsung itu masih lebih baik," ujar Sohibul saat ditemui di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2019).

Menurut Sohibul, pilkada yang dilakukan oleh DPRD dikhawatirkan justru akan melanggengkan praktik oligarki di pemerintahan.

Artinya, kekuasaan pemerintahan hanya akan dipegang oleh segelintir orang atau kelompok tertentu saja.

Ia mencontohkan, jika anggota DPRD di suatu daerah terdiri dari 50 orang, kemungkinan jalannya pemerintahan akan dikendalikan oleh 50 orang itu saja.

"Kita menyaksikan bahwa hari ini oligarki dalam politik kita sangat luar biasa. Kalau pilkada dilakukan oleh DPRD, kemungkinan oligarki semakin berkuasa itu sangat luar biasa. Karena ruang eksploitasinya itu semakin memudahkan mereka untuk kemudian mengelola oligarki ini," ucap Sohibul.

"Karena itu, kami masih berpendapat bahwa pemilihan langsung itu masih lebih baik karena para oligarki tidak memiliki keleluasaan yang besar dibanding ketika itu dilaksanakan oleh DPRD," katanya.

Di sisi lain, lanjut Sohibul, pemilihan kepala daerah melalui DPRD akan memperkecil peluang orang-orang berintegritas dan memiliki kapabilitas untuk masuk ke dalam kekuasaan.

Sementara peluang itu terbuka lebar jika kepala daerah dipilih langsung oleh masyarakat.

"Kami berharap orang-orang berintegritas itu semakin banyak masuk dalam sirkulasi kekuasaan," kata Sohibul.

https://nasional.kompas.com/read/2019/11/30/12421651/kekhawatiran-munculnya-oligarki

Terkini Lainnya

Dewas KPK Sudah Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Sudah Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

Nasional
Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Doakan Timnas Indonesia U-23 Kalahkan Korsel

Wapres Ma'ruf Amin Doakan Timnas Indonesia U-23 Kalahkan Korsel

Nasional
Soal Ahmad Ali Bertemu Prabowo, Surya Paloh: Bisa Saja Masalah Pilkada

Soal Ahmad Ali Bertemu Prabowo, Surya Paloh: Bisa Saja Masalah Pilkada

Nasional
Prabowo Sangat Terkesan Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Hasil Pilpres 2024

Prabowo Sangat Terkesan Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Hasil Pilpres 2024

Nasional
Prabowo: Saya Enggak Tahu Ilmu Gus Imin Apa, Kita Bersaing Ketat…

Prabowo: Saya Enggak Tahu Ilmu Gus Imin Apa, Kita Bersaing Ketat…

Nasional
Prabowo: PKB Ingin Terus Kerja Sama, Mengabdi demi Kepentingan Rakyat

Prabowo: PKB Ingin Terus Kerja Sama, Mengabdi demi Kepentingan Rakyat

Nasional
Jokowi: UU Kesehatan Direvisi untuk Permudah Dokter Masuk Spesialis

Jokowi: UU Kesehatan Direvisi untuk Permudah Dokter Masuk Spesialis

Nasional
Cak Imin Titipkan Agenda Perubahan PKB ke Prabowo, Harap Kerja Sama Berlanjut

Cak Imin Titipkan Agenda Perubahan PKB ke Prabowo, Harap Kerja Sama Berlanjut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke