Dengan demikian, kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak bisa menjalani penambahan masa jabatan karena telah ditetapkan untuk menjabat periode 2019-2024.
Ditambah lagi, saat ini merupakan periode kedua Jokowi menjabat sebagai presiden.
"Kalau ada tambahan (masa jabatan) berlaku untuk presiden berikutnya," kata Refly Harun dalam diskusi Crosscheck di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Menurut dia, hal apa pun yang berubah untuk konstitusi di masa depan, tidak akan berpengaruh kepada masa jabatan Jokowi sebagai Presiden.
Dengan demikian, masa jabatan Jokowi dinilai tidak dapat dikurangi maupun ditambah.
Justru saat ini yang harus dipikirkan adalah bagaimana desain untuk masa jabatan presiden ke depannya.
Pada 2017, Refly Harun mengaku pernah mengusulkan dua varian masa jabatan presiden.
Usulan itu antara lain satu kali masa jabatan selama 6 hingga 7 tahun, atau tetap 5 tahun dan bisa dipilih berkali-kali, tetapi tak boleh berturut-turut.
"Kita harus sungguh-sungguh memikirkan tentang dua usulan ini," kata dia.
Apabila usulan tersebut digunakan, kata Refly, maka akan ada keuntungan yang dicapai.
Keuntungan itu antara lain bahwa presiden yang menjabat bisa berkonsentrasi kepada masa jabatannya tanpa diganggu ingin dipilih kembali jika berniat maju kembali.
"Kemudian, kita tidak akan memiliki incumbent di dalam pemilihan presiden yang sebenarnya dalam governance pemilu kita yang masih banyak masalahnya adalah ini, potensial terjadi abuse of power menggunakan set aparatur, resource negara, dan sebagainya," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/24/18530051/penambahan-masa-jabatan-presiden-dinilai-tak-bisa-berlaku-di-periode-jokowi