Pasal tersebut menyatakan, segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
"Kami akan mengusulkan amendemen Pasal 2 ayat (3) yaitu tentang MPR," ujar Hidayat saat memberikan keterangan seusai bertemu Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) di Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Menurut Hidayat, seharusnya segala keputusan MPR ditetapkan melalui musyawarah untuk mufakat.
Sebab, jika keputusan ditetapkan melalui suara terbanyak atau voting, maka hal itu tidak sesuai dengan MPR sebagai lembaga permusyawaratan.
"Padahal kita (MPR) kan musyawarah. Kalau terbanyak kan enggak musyawarah. Seharusnya segala keputusan MPR ditetapkan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, kecuali diperlukan, maka voting," kata Hidayat.
Sementara itu, lanjut Hidayat, PKS tidak sepakat jika amendemen UUD 1945 dilakukan sebatas untuk menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Ia menuturkan, untuk menghidupkan kembali GBHN cukup diatur melalui undang-undang.
Selain PKS, Partai Demokrat dan Golkar juga belum sepakat amendemen untuk menghidupkan kembali GBHN.
"Memang PKS yang menyangkut tentang GBHN kami melihat bahwa untuk mnghadirkan GBHN tidak harus melalui amendemen. Itu bsa melalui UU. tentu kami akan terud komunikasi dengan Demokrat dan Golkar," ucap Hidayat.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/20/20152661/pks-usulkan-amendemen-uud-1945-terkait-putusan-mpr