Hal ini, kata dia, untuk membuka opsi mekanisme pilkada secara asimetris.
Tito mengatakan, bagi daerah yang tidak siap menggelar pilkada secara langsung, maka harus disiapkan mekanisme lain, salah satunya kepala daerah dipilih oleh DPRD.
"Yang rendah maka ini mekanisme lain apakah melalui DPD, DPRD seperti dulu. tapi bagaimana reduce damage juga. Kalau problem di DPRD bagaimana dengan independen tadi, mereka bisa terakomodasi solusinya seperti apa?" kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Tito juga menyinggung penunjukan langsung kepala daerah. Sebagai contoh, kata dia, penunjukkan wali kota di DKI Jakarta.
Ia mengatakan, kepala daerah yang ditunjuk langsung tidak perlu mengeluarkan dana kampanye atau mencari cara agar modal politiknya kembali.
"Di Jakarta ini penunjukan langsung wali kotanya, dia enggak perlu bicara lagi untuk mengembalikan modal kampanye. Jadi wali kota ini sudah ada penunjukan langsung masih dipertahankan, karena ini daerah khusus," ujarnya.
Tito mengatakan, apabila mekanisme pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta itu bagus, maka tidak ada salahnya diterapkan di daerah lain.
"Kalau model bagus kenapa tak dipakai di tempat lain yang memiliki kekhususan juga misalnya," ucapnya.
Lebih lanjut, Tito mengatakan, evaluasi pilkada langsung itu diperlukan agar masyarakat dapat melihat dampak positif dan negatifnya.
"Nah ini mungkin sekali lagi jawabannya adalah evaluasi dan kajian akademik," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/18/21105371/mendagri-daerah-tak-siap-pilkada-langsung-perlu-dipikirkan-mekanisme-lain