Namun demikian, menurut dia, tak tepat jika evaluasi itu mengarah pada pengubahan mekanisme pilkada langsung menjadi tak langsung.
Menurut Bivitri, permasalahan yang sebenarnya bukan berada di penyelenggaraan pilkada, melainkan partai politik.
Bivitri mengomentari pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menginginkan pilkada langsung dievaluasi karena berbiaya tinggi.
"Menurut saya masalahnya ada di partai politik, bukan di pemilihan langsungnya," kata Bivitri usai sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (17/11/2019).
Bivitri mengakui, biaya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah memang tinggi. Tetapi, biaya tinggi itu justru disyaratkan internal partai.
Kebanyakan, mereka yang ingin maju di pilkada harus membayarkan sejumlah biaya ke parpol.
Oleh karenanya, jika ada hal yang harus dibenahi, menurut Bivitri, adalah partai, bukan dengan mengubah mekanisme pilkada.
"Jadi buat saya usulan untuk menghapuskan pilkada langsung itu lebih ke logikanya lompat. Jadi tidak menelaah dulu masalahnya ada di mana, apakah di partai politiknya sudah bagus benar, sehingga kalau orang mau naik jadi cagub itu mekanismenya demokratis atau harus bayar partai politiknya," ujar dia.
Bivitri melanjutkan, selama reformasi belum dilakukan di internal partai politik, maka mengubah mekanisme pilkada tidak akan menyelesaikan persoalan.
Ia pun ingin agar pilkada tetap dilakukan secara langsung.
"Menurut saya pilkada harus tetap langsung karena itu salah satu kunci dari demokrasi kita," kata Bivitri.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/17/20192671/pilkada-langsung-disebut-berbiaya-tinggi-pakar-masalahnya-ada-di-parpol