Salin Artikel

Islam Indonesia dan Strategi Multi-track Diplomacy

PADA akhir September 2019, KH Yahya C Staquf (Gus Yahya) beserta tim bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan.

Gus Yahya didampingi Uskup Pontianak Mgr Agustinus Agus dan Ketua Umum GP Ansor Yaqut Choli Qoumas pada misi diplomatik itu.

"Misi" kunjungan Gus Yahya—saat ini menjabat Katib Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan anggota Wantimpres sejak Mei 2018—adalah mengundang Paus Fransiskus untuk hadir dalam pertemuan pemimpin agama yang akan digelar di Indonesia pada 2020.

Menurut Gus Yahya, ulama atau tokoh agama haruslah menjadi bagian terdepan dari solusi, sebagai penggerak untuk mencari jalan keluar dari kemelut kemanusiaan yang menjadi tantangan dunia saat ini.

Selain itu, Gus Yahya juga menyampaikan hasil Munas Alim Ulama PBNU kepada Paus Fransiskus.

Munas yang diselenggarakan di Kota Banjar, Jawa Barat, pada 27 Februari 2019–1 Maret 2019 tersebut antara lain memutuskan untuk menghilangkan sebutan kafir bagi warga negara Indonesia yang tidak beragama Islam.

“Keputusan ini diambil sebagai langkah untuk merekontekstualisasi pemahaman keragaman umat dan bangsa. Hal ini penting dilakukan untuk menghindarkan konflik atas nama agama ke depan,” jelas Gus Yahya.

Keputusan ini penting dan terbilang berani, di tengah komodifikasi agama dalam politik elektoral serta menguatnya politik identitas.

Melawan Intoleransi

Dalam pertemuan dengan Paus Fransiskus dan para pemuka agama Katolik, Gus Yahya membawa misi untuk mengajak para pemimpin agama menyuarakan perdamaian global seraya merancang agenda bersama untuk aksi-aksi mendukung toleransi.

Menurut Gus Yahya, pemimpin dan rakyat Indonesia harus mengambil sikap sebagai perlawanan terhadap tindakan intoleran yang memecah belah persatuan bangsa.

Ternyata, toleransi saja tidak cukup. Wacana perdamaian semata tidak menghasilkan solusi komprehensif.

Harus ada langkah strategis, terencana dan berkesinambungan untuk melanggengkan perdamaian dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan.

“Kita tidak boleh menoleh ke belakang. Terlalu banyak alasan yang bisa membuat semua umat beragama terlibat dalam konflik," ungkap Gus Yahya.

Jika terus menoleh ke belakang, lanjut Gus Yahya, Perang Salib selama ratusan tahun telah membuat umat Islam dan Kristen punya banyak alasan untuk saling membenci.

“Selama ini kita lebih banyak diam serta melawannya dengan wacana toleransi dan mengedepankan cinta kasih atau rahmah dalam bahasa Islam. Hal itu teryata tidak cukup. Saatnya kita melawan (intoleransi) dan bergerak bersama-sama,” terang Gus Yahya, di hadapan rohaniawan Katolik di Kedutaan Besar RI di Roma, Italia, Kamis (26/9/2019), seperti dilansir Kompas.id pada Kamis (17/10/2019).

Upaya Internasional

Sejatinya, para pemimpin agama telah mulai bergerak bersama untuk menginisasi perdamaian dalam skala global.

Pada 4 Februari 2019, pertemuan bersejarah digelar di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab sebagai inspirasi gerakan perdamaian.

Pertemuan digelar antara Grand Syekh Azhar Ahmed al-Thayeb dan Paus Fransiskus untuk menandatangani Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan.

Tentu saja, pertemuan dua pemimpin penting dua agama ini menjadi babak baru perdamaian global dan diplomasi kemanusiaan untuk menghentikan perang, seraya membuka arus baru toleransi di muka bumi.

Dokumen penting ini juga ditandatangani Perdana Menteri Uni Emirat Arab, Mohammed bin Rashid Al-Maktoum.

Di antara poin penting dokumen dari pertemuan itu adalah seruan menghentikan tindakan keji, teror, konflik, dan perang atas nama agama.

“Semua pihak agar menahan diri menggunakan nama Tuhan untuk membenarkan tindakan pembunuhan, pengasingan, terorisme, dan penindasan. Kami meminta ini berdasarkan kepercayaan kami bersama pada Tuhan, yang tidak menciptakan manusia untuk dibunuh atau berperang satu sama lain, tidak untuk disiksa atau dihina dalam kehidupan dan keadaan mereka. Tuhan, Yang Maha Besar, tidak perlu dibela oleh siapa pun dan tidak ingin nama-Nya digunakan untuk meneror orang.”

Sumbangsih dari Indonesia

Misi Gus Yahya C Staquf serta beberapa pemimpin Muslim Indonesia bertemu Paus Fransiskus dan rohaniawan Katolik di Vatikan menjadi gairah baru dalam perjuangan kemanusiaan dan perdamaian.

Publik tentu masih ingat ketika Gus Yahya memberi ceramah di Jerusalem, Israel, pada Juni 2018. Saat itu, ia diundang oleh komunitas Yahudi internasional untuk bersama-sama membangun inisiasi perdamaian.

Gus Yahya juga bertemu dengan Presiden Israel Benjamin Netanyahu dan beberapa aktivis Yahudi. Pada pertemuan itu, Gus Yahya mengajak untuk mengaktualisasikan rahmah sebagai nilai penting membangun perdamaian.

Meski ceramah dan pertemuan itu menuai kontroversi, Gus Yahya terus melangkah untuk menginisiasi perdamaian di level internasional.

Ketika diskusi pribadi dengan Gus Yahya, saya merasakan semangat perjuangan dan keikhlasan mengabdi yang luar biasa.

Hal ini selaras dengan kerja-kerja perdamaian yang diinisiasi NU, misalnya perdamaian di Afghanistan, Xinjiang Tiongkok, dan beberapa wilayah konflik lain.

Selain Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah juga berperan penting dalam dialog kemanusiaan di level internasional. Beberapa delegasi Muhammadiyah juga menjadi utusan penting dalam dialog-dialog perdamaian dan kemanusiaan.

Muhammadiyah membantu perwujudan perdamaian di Thailand Selatan dan Filipina Selatan. Dalam diplomasi perdamaian ini, Muhammadiyah mewakili ormas Islam sebagai anggota International Contact Group.

Tentu saja, kontribusi ormas Islam Indonesia ini melengkapi kerja-kerja perdamaian dan kemanusiaan yang telah dilakukan pemerintah, khususnya lewat Kementerian Luar Negeri.

Atas kerja diplomatik dan perjuangan untuk menginisiasi perdamaian di level global, Indonesia menjadi anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 2019-2020, serta anggota Dewan HAM PBB 2020-2022.

Presiden Joko Widodo juga punya perhatian intens pada misi perdamaian internasional, khususnya konflik Israel-Palestina.

Multi-track Diplomacy

Umat Islam Indonesia punya potensi besar dalam diplomasi perdamaian dan kemanusiaan internasional, mendampingi peran strategis pemerintah Indonesia.

Potensi berupa jaringan pertemanan global, nilai-nilai Islam moderat (wasathiyyah), serta konsep relasi agama-negara dapat menjadi kunci penting dalam komunikasi diplomasi kemanusiaan global.

Pada konteks ini, Indonesia dapat memainkan strategi multi-track diplomacy, untuk diplomasi perdamaian skala internasional.

Dalam diplomasi kemanusiaan, dikenal istilah formal diplomacy, track one diplomacy, track-two diplomacy, dan multi-track diplomacy (Jeffrey Mapendere, 2001).

Konsep-konsep ini merupakan bagian dari diplomasi kemanusiaan, baik melalui pemerintah secara resmi,  personal, komunitas, maupun kebudayaan.

Selain itu, juga dikenal quiet diplomacy yang secara popular diperkenalkan Thabo Mbeki dalam pendekatan perdamaian di Afrika Selatan.

Kerja-kerja diplomasi perdamaian di level global ini penting untuk mendorong peradaban yang lebih manusiawi.

Di tengah ketegangan politik internasional, konflik antarnegara, antaragama, dan antaretnis yang meledak di beberapa kawasan, Indonesia punya potensi besar menjadi juru damai, sebagai pejuang perdamaian global.

Kini saatnya bersinergi menyatukan langkah antarkomponen bangsa untuk mendukung perdamaian dunia. Sudahkah kita bersiap? 

https://nasional.kompas.com/read/2019/11/14/17533311/islam-indonesia-dan-strategi-multi-track-diplomacy

Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke