Hal itu disampaikan oleh Sofyan saat membaca nota pembelaan atau pleidoi selaku terdakwa dalam kasus dugaan pembantuan atas suap terkait PLTU Riau-1 tersebut.
"Betapa besarnya oportunity loss atau kesempatan hilang karena keterlambatan proyek ini hanya dikarenakan ada aliran Rp 4,75 miliar yang diterima oleh saudari Eni dari saudara Kotjo," kata Sofyan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (21/10/2019).
Sofyan sekaligus menyesalkan upaya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat dirinya atas dugaan pembantuan tindak pidana suap yang melibatkan Kotjo dan Eni.
Padahal, kata Sofyan, ia sama sekali tidak mengetahui soal adanya kesepakatan fee antara Kotjo dan Eni.
Selain itu, kesepakatan itu juga terjadi sebelum keduanya bertemu dengan Sofyan.
"Sehingga pertanyaannya berdasarkan nalar dan logika, bagaimana saya dapat dituduh menbantu tindak pidana suap tersebut. Padahal saya tidak tahu sama sekali adanya janji dan kesepakatan antara mereka serta pelaksanaannya yaitu berupa pemberian uang sebesar Rp 4,75 miliar," kata dia.
Ia menilai, KPK terkesan tidak mampu menghargai pemikiran besar bahwa PLTU Riau-1 ini akan mendatangkan banyak manfaat jika berhasil diselesaikan pada tahun 2021.
"Untuk Riau, penggunaan pembangkit listrik batu bara atau PLTU akan mengurangi biaya harga listrik di daerah tersebut, lebih kurang per tahun sekitar Rp 6 triliun karena saat ini Riau menggunakan pembangkit yang mahal, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU)," kata Sofyan.
Sofyan menjelaskan, jika proyek PLTU Riau-1 terwujud sesuai target tahun 2021, akan menjadikan harga pokok produksi listrik turun 2 sen dollar Amerika Serikat (AS) menjadi 5,48 sen dollar AS per kWh.
Sehingga dapat menurunkan harga pokok produksi listrik di wilayah Riau sekitar Rp 1,2 triliun per tahun.
"Kini semua rencana dan cita-cita besar negara tersebut telah layu dan harus dikubur dengan (KPK) menuduh saya telah melakukan pembantuan," kata Sofyan.
Sofyan menilai, jajaran PT PLN menjadi tak bersemangat dan takut karena dampak psikologis atas dirinya yang dijerat oleh KPK.
Dalam perkara ini, Sofyan dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara ini.
Sofyan juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh jaksa KPK.
Menurut jaksa, Sofyan Basir terbukti membantu transaksi suap dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Sofyan Basir dinilai memfasilitasi kesepakatan proyek hingga mengetahui adanya pemberian uang.
Adapun transaksi suap tersebut berupa pemberian uang sekitar Rp 4,75 miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
Uang tersebut diberikan oleh pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Menurut jaksa, Sofyan memfasilitasi pertemuan antara Eni, Idrus, dan Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited dengan jajaran direksi PT PLN.
Hal itu untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
Kesepakatan kerja sama itu antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/21/16261761/sofyan-basir-sayangkan-proyek-pltu-riau-1-tertunda-gara-gara-kpk