Menurut dia, korupsi yang kian marak kemudian diikuti KPK yang hendak dilemahkan kewenanganya pasti merugikan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Political corruption itu jelas merugikan ekonomi bangsa seperti tahun 1998. Jika KPK dilemahkan, tidak akan ada lagi check and balances, sistem dikorupsi, dan akan berujung pada ekonomi yang bangkrut," ujar Faisal dalam diskusi di kantor ICW, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
"Jadi, perppu KPK sangat perlu karena kondisi sudah darurat," lanjut dia.
Faisal menambahkan, revisi UU KPK yang dianggap melemahkan lembaga antirasuah ini sebenarnya hendak melindungi para pemburu rente agar tidak terjerat oleh KPK.
Menurut dia, salah satu alasan mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia akhir-akhir ini stagnan pada angka 5 persen adalah karena korupsi yang sudah mengakar dan menjalar ke berbagai lapisan.
"Memang darurat karena pertumbuhan ekonomi kita stagnan di angka 5-7 persen karena investasi dari pihak luar tidak mau jika sistem pemerintahan yang penuh korupsi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja terbatas," ujar Faisal.
"Korupsi justru melemahkan ekonomi, jadi KPK harusnya diperkuat. KPK itu akselerator pertumbuhan ekonomi," lanjut dia.
Faisal meyakini, semua pelaku dunia usaha mendukung penerbitan perppu KPK oleh Presiden Jokowi. Pasalnya, hal itu menunjukkan pemerintah dunia usaha yang bebas dari praktik koruptif dan mejamin kepastian hukum dalam investasi.
Diberitakan, UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.
Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah.
Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dinilai dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu. Hal itu disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Namun sampai hari ini belum ada kabar terbaru mengenai sikap Presiden terkait Perppu KPK.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/10/20012891/faisal-basri-perppu-kpk-sangat-perlu-karena-kondisi-sudah-darurat