Miryam diperiksa untuk Markus, terdakwa kasus dugaan merintangi proses pemeriksaan dalam persidangan kasus korupsi pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP.
"Dengan terdakwa kenal lama?" tanya jaksa Ahmad Burhanudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
"Sejak masuk Komisi II tahun 2013," jawab Miryam.
Miryam kemudian dikonfirmasi soal kepemilikan kantor PT Mata Group di kawasan Mampang Prapatan.
Dalam dakwaan jaksa terkait tempat itu, Markus Nari disebut meminta Miryam untuk mencabut keterangannya di sidang pengadilan yang menyatakan Markus menerima sejumlah uang dalam perkara e-KTP.
Berdasarkan dakwaan, Markus menjanjikan akan menjamin keluarga Miryam jika melakukan hal tersebut.
Miryam membenarkan dia memiliki perusahaan tersebut. Ia menjelaskan, perusahaan itu bergerak dalam bidang periklanan dan event organizer.
"Apakah Pak Markus pernah datang ke kantor Anda?" tanya jaksa.
"Iya seingat saya sekali," kata Miryam.
Miryam tak ingat persis kapan Markus datang ke kantornya.
"Lupa. Waktu ngobrol beliau seorang teknik sipil terus iseng saja boleh dong rancangin sesuatu terus datang ke kantor saya," ujar Miryam.
Jaksa kembali bertanya, apakah pernah Markus menyinggung perkara dugaan korupsi e-KTP ke Miryam.
"Pertemuan Anda dan terdakwa ada omongan nanti Anda cabut keterangan saksi?" tanya jaksa lagi.
"Tidak ada. Tidak pernah sama sekali," katanya.
Dalam kasus ini, Markus didakwa merintangi pemeriksaan Miryam S Haryani dan merintangi pemeriksaan terdakwa mantan pejabat Kemendagri Sugiharto di persidangan.
Selain itu, Markus juga didakwa memperkaya diri sebesar 1,4 juta dollar Amerika Serikat (AS) dalam pengadaan proyek e-KTP.
Menurut jaksa, Markus bersama pihak lainnya dan sejumlah perusahaan yang ikut dalam konsorsium pemenang pekerjaan paket e-KTP juga dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,31 triliun.
Menurut jaksa, Markus ikut berperan memengaruhi proses penganggaran dan pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun anggaran 2011-2013.
Adapun Miryam divonis majelis hakim 5 tahun penjara pada Senin (13/11/2017). Miryam juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim menganggap Miryam telah terbukti dengan sengaja tidak memberikan keterangan dan memberikan keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Kini, Miryam menjadi tersangka dalam perkara pengadaan e-KTP. Ia diduga pernah meminta 100.000 dollar Amerika Serikat ke Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil saat itu, Irman. Permintaan itu disanggupi Irman.
Berdasarkan fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara Setya Novanto, Miryam diduga diperkaya 1,2 juta dollar AS dalam pengadaan e-KTP.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/09/14514961/jaksa-cecar-miryam-s-haryani-terkait-pertemuan-dengan-markus-nari