Hal itu dipaparkan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam paparan rilis temuan survei Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik di Erian Hotel, Jakarta, Minggu (6/10/2019).
"Mayoritas 60,7 persen menyatakan mendukung demonstrasi mahasiswa tersebut. Hanya 5,9 persen yang menyatakan menentang demonstrasi tersebut khususnya menyangkut revisi UU KPK. Selebihnya netral, 31 persen," kata Djayadi dalam paparannya.
Dalam survei tersebut, responden ditanya apakah mereka mendukung, tidak mendukung, atau netral terhadap demonstrasi mahasiswa yang antara lain menentang UU KPK hasil revisi.
Sebelum ditanya soal demonstrasi mahasiswa yang juga menolak UU KPK hasil revisi, pada awalnya ada 1.010 responden yang ditanya, apakah mereka mengetahui atau mengikuti dinamika demonstrasi mahasiswa yang terjadi beberapa waktu lalu.
Hasilnya, dari 1.010 responden, sebanyak 59,7 persen mengetahui atau mengikuti dinamika demonstrasi tersebut. Sementara, sebanyak 40,3 persen tidak mengetahui atau mengikuti dinamikanya.
Kemudian, responden yang mengetahui atau mengikuti dinamika demonstrasi mahasiswa itu kembali ditanya, apakah mereka tahu bahwa salah satu undang-undang yang ditentang mahasiswa adalah UU KPK hasil revisi.
Hasilnya, sebanyak 86,6 persen tahu bahwa salah satu undang-undang yang ditentang mahasiswa adalah UU KPK hasil revisi.
Pertanyaan kemudian mengarah pada soal dukungan responden terhadap aksi tersebut.
"Berdasarkan survei ini, publik yang tahu revisi UU KPK, publik yang tahu dengan demonstrasi mahasiswa, publik yang tahu dengan apa yang dituntut oleh demonstrasi itu, mayoritas berada di sisi mahasiswa atau masyarakat yang menentang," kata Djayadi.
Ia menyimpulkan, apa yang disuarakan mahasiswa saat itu juga mewakili aspirasi publik secara luas.
"Jadi publik di posisi mendukung demonstrasi mahasiswa yang menentang revisi UU KPK tersebut. Salah satu tuntutannya, presiden mengeluarkan perppu untuk batalkan UU KPK hasil revisi tersebut, itu juga didukung masyarakat. Ada 76,3 persen masyarakat yang tahu, dan menyatakan presiden perlu mengeluarkan perppu," katanya.
Ia menilai, publik pada dasarnya lebih percaya kepada presiden ketimbang DPR dalam persoalan pemberantasan korupsi. Sehingga, publik akan lebih mendukung presiden, jika berani menerbitkan perppu KPK.
"Kalau tidak menerbitkan, ada kemungkinan presiden dianggap meninggalkan kehendak rakyat, bertentangan dengan kehendak rakyat. Dan itu tentu bertentangan dengan janji presiden sendiri, termasuk di kampanye kemarin, bahwa KPK itu harus dikuatkan, pemberantasan korupsi harus dikuatkan dan sebagainya," ujar Djayadi.
Djayadi melihat, sebagian besar masyarakat menganggap UU KPK hasil revisi berimplikasi serius pada pelemahan kinerja KPK sekaligus pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam survei ini, LSI mengambil responden secara acak dari responden survei nasional LSI sebelumnya pada Desember 2018 hingga September 2019 yang berjumlah 23.760 orang dan punya hak pilih.
Dari total responden itu, dipilih responden yang memiliki telepon, jumlahnya 17.425 orang.
Kemudian, dari 17.425 orang tersebut dipilih sampel dengan metode stratified random sampling sebanyak 1010 orang. Responden diwawancarai lewat telepon pada 4-5 Oktober 2019.
Adapun margin of error survei ini adalah plus minus 3,2 persen. Artinya, persentase temuan survei bisa bertambah atau berkurang sekitar 3,2 persen.
Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Djayadi menegaskan, survei ini dibiaya secara mandiri oleh LSI.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/06/20363541/survei-lsi-mayoritas-responden-dukung-demo-mahasiswa-tolak-uu-kpk-hasil