Ia mengingatkan, jangan sampai amandemen konstitusi dilakukan dengan mengabaikan suara dan masukan masyarakat.
"Pimpinan MPR terpilih harus memastikan bahwa putusan amandemen dilakukan dengan mempertimbangkan suara rakyat," ujar Bivitri saat dihubungi wartawan, Jumat (4/10/2019).
"Apakah benar masyarakat mendukung dan memerlukan amandemen itu, ataukah itu hanya merupakan kepentingan elite saja agar haluan negara dipegang mereka (MPR)," kata dia.
Pilihan amandemen UUD 1945, lanjut dia, harus didasarkan rasionalitas dan kepentingan bangsa. Menurut Bivitri, amandemen konstitusi bukan kebutuhan mendesak saat ini.
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STH) Jantera ini mengkhawatirkan bergulirnya wacana tersebut membuat ketua MPR rawan didekati pihak berkepentingan terhadap perubahan konstitusi.
"Wacana amandemen membuat ketua MPR didekati pihak atau lembaga tertentu. Mereka di dalamnya termasuk lembaga yang perannya ingin lebih dikuatkan atau tidak ingin dikurangi dengan perubahan konstitusi," ujar dia.
Wacana amandemen UUD 1945 kembali mencuat setelah PDI Perjuangan menyatakan dukungan untuk Bambang Soesatyo duduk di kursi Ketua MPR RI 2019-2024.
Dukungan PDI-P kepada Bambang bukan tanpa syarat. Satu dari lima syarat yang disampaikan, PDI-P meminta Bambang mendukung kelanjutan rencana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Haluan Negara melalui Ketetapan MPR.
Bambang Soesatyo telah terpilih sebagai Ketua MPR RI periode 2019-2024.
Bambang terpilih sebagai Ketua MPR melalui Rapat Paripurna Penetapan dan Pelantikan Ketua MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019) malam.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/04/10202061/soal-amendemen-uud-1945-pimpinan-mpr-diingatkan-tak-terjebak-kepentingan