Dalam RKUHP yang telah disepakati itu terdapat ketentuan mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat atau tindak pidana adat.
Pasal 2 Ayat (1) mengatur bahwa RKUHP tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana, walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam RKUHP.
Kemudian, Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam RKUHP.
Selain itu, hukum yang hidup dalam masyarakat harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.
Dalam bagian penjelasan RKUHP dinyatakan, hakim dapat menetapkan sanksi berupa "pemenuhan kewajiban adat" setempat yang harus dilaksanakan oleh pelaku tindak pidana.
Kendati demikian dalam RKUHP tidak disebutkan secara spesifik jenis-jenis tindakan dalam hukum adat yang dapat diancam pidana.
Ketentuan ini pun menuai kritik dari organisasi masyarakat sipil.
Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai ketentuan tindak pidana adat yang tidak diatur secara jelas. justru berpotensi menimbulkan kriminalisasi berlebihan.
"Tidak jelas antara hukum yang hidup di masyarakat dengan hukum adat rentan menimbulkan overkriminalisasi," ujar Erasmus kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2019).
Menurut Erasmus, substansi pasal yang tidak ketat akan memunculkan peraturan daerah (perda) yang diskriminatif.
Di sisi lain, aparat penegak hukum nantinya juga dapat mendefinisikan hukum yang hidup di masyarakat berdasarkan penafsirannya sendiri tanpa batasan yang jelas.
RKUHP memberikan kewenangan bagi polisi dan jaksa untuk menegakkan hukum adat.
Sebab, dalam Pasal 598, setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.
"Akan ada paling tidak 514 KUHP lokal tanpa kejelasan mekanisme evaluasi yang diatur dalam Perda sehingga berpotensi memunculkan perda diskriminatif," kata Erasmus.
Secara terpisah, anggota Panja RKUHP DPR Nasir Djamil menjelaskan, setelah RKUHP disahkan menjadi undang-undang, maka pemerintah akan membuat kompilasi hukum adat dari seluruh daerah.
Pemerintah memiliki waktu selama dua tahun untuk membuat kompilasi hukum adat sebelum RKUHP mulai berlaku.
"Jadi nanti masing-masing daerah itu dibuat semacam Perda, lalu Perda ini akan dikompilasi menjadi hukum adat," ujar Nasir.
"Memang ini butuh biaya besar untuk melakukan penelitian. Nanti pemerintah mungkin bekerjasama dengan daerah-daerah itu melakukan peneltian terhadap hukum adat yang sedang berjalan selama ini," tutur dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/20/13141951/dalam-rkuhp-hakim-dapat-tetapkan-sanksi-pemenuhan-kewajiban-adat
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan