Proses pembahasan hingga pengesahan berlangsung cepat. Terhitung hanya 12 hari revisi Undang-Undang KPK disahkan menjadi undang-undang.
Pembahasan revisi Undang-undang KPK yang ekstra cepat itu dimulai dengan rapat di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Lalu, tiba-tiba saja, pada Kamis (6/9/2019), DPR menggelar rapat paripurna yang salah satu agendanya adalah mengesahkan RUU KPK menjadi inisiatif DPR.
Seluruh anggota DPR yang hadir pun kompak menyatakan setuju untuk merevisi Undang-undang KPK.
Tak ada fraksi yang mengajukan keberatan atau interupsi.
Tak ada juga perdebatan antara parpol pendukung pemerintah dan parpol oposisi.
Pembahasan revisi Undang-Undang KPK sejatinya mendapat penolakan keras dari publik. Namun, DPR dan pemerintah bergeming.
Rabu, 11 September 2019, Presiden Joko Widodo mengirim Surat Presiden (Surpres) mengenai revisi Undang-undang KPK, tanda setujunya pemerintah membahas bersama DPR.
Presiden menunjuk Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin untuk membahas revisi Undang-undang KPK.
Merespons Surpres tersebut, Baleg DPR, Kamis (12/9/2019) malam, menggelar rapat kerja bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Wakil Ketua Baleg Totok Daryanto memaparkan poin yang direvisi pada UU KPK.
Beberapa poin rencana perubahan, di antaranya pembentukan Dewan Pengawas, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berada di cabang eksekutif serta sistem kepegawaian KPK dan pelaksanaan penyadapan.
Terkait revisi UU KPK, Menteri Yasonna juga mengingatkan, pemerintah memberikan masukan terkait revisi UU KPK tersebut.
Jumat, 12 September 2019, Presiden menyampaikan sejumlah usulan pemerintah dalam revisi Undang-undang KPK.
Jokowi menyetujui pembentukan dewan pengawas KPK, pemberian kewenangan penerbitan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), perubahan status pegawai KPK menjadi ASN, dan penyadapan yang harus mendapat izin dewan pengawas.
Usai Presiden menyampaikan sikapnya, pemerintah dan DPR membahas revisi undang-undang tersebut dalam Panitia Kerja Revisi Undang-undang KPK. Rapat berlangsung terbuka hanya sekali.
Sisanya, pada 13-15 September, rapat berlangsung tertutup.
Tiba-tiba pada Senin (16/9/2019), sudah digelar pengambilan keputusan tingkat pertama di Panja Revisi Undang-Undang KPK.
Dua fraksi yang menyampaikan catatan dalam pandangan mini fraksi terkait pembentukan dewan pengawas yakni Gerindra dan PKS.
Mereka menolak dewan pengawas dibentuk oleh Presiden. Sementara, Demokrat tidak memberikan pandangan baik persetujuan atau penolakan.
Hingga akhirnya mereka membawa hasil rapat tersebut ke rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
Rapat Bamus pun menyetujui pembahasan revisi Undang-undang KPK dibahas di rapat paripurna untuk disahkan.
DPR pun mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).
Awalnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah sebagai pimpinan sidang bertanya kepada peserta rapat.
"Apakah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disetujui menjadi UU?," tanya Fahri.
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan yang hadir.
Palu pun diketok beberapa kali diiringi tepuk tangan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/17/15101411/pembahasan-dan-pengesahan-revisi-uu-kpk-yang-hanya-butuh-12-hari
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan