Pada Senin (16/9/2019), para pegawai tetap masuk seperti biasa. Penyidik tetap melakukan pemeriksaan saksi dan tersangka korupsi. Agenda persidangan juga berjalan normal.
Bahkan, pada pagi hari, empat pimpinan KPK menggelar pelantikan dua pejabat baru, yaitu Cahya Harefa sebagai Sekretaris Jenderal KPK dan Fitroh Rohcahyanto sebagai Direktur Penuntutan KPK.
Hanya komisioner Saut Situmorang yang tampak tidak hadir dalam acara itu. Ia disebut masih menjalani cuti selama sepekan. KPK tak lumpuh, tak mati suri.
"Kita tetap bekerja seperti biasa, kita menunggu. Seperti hari ini, saya melantik," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Senin pagi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga menegaskan hal yang sama.
Ia sekaligus menjelaskan arti kata "menunggu" yang diungkapkan Agus.
Maksudnya, meskipun aktivitas KPK tetap berjalan normal, namun KPK sejatinya masih menunggu langkah kongkret dari Presiden Joko Widodo soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang disebut mebuat gelisah seisi KPK.
Sebab, revisi yang digulirkan DPR RI tersebut dinilai bakal melemahkan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Sembari menunggu tindakan penyelamatan KPK dari Bapak Presiden, terutama terkait revisi UU KPK yang semakin mencemaskan. Maka KPK terus menjalankan tugas dan amanat UU," kata Febri.
Febri menjelaskan, pernyataan pimpinan KPK yang menyerahkan penyerahan pengelolaan KPK didasari pada pemahaman bahwa presiden adalah pemimpin tertinggi dalam bernegara, termasuk pemberantasan korupsi.
"Oleh karena itulah, rasanya tidak berlebihan jika kita menggugah kembali pemimpin dan menitipkan harapan penyelamatan pemberantasan korupsi ke depan. Dalam konteks itulah KPK menyerahkan nasib KPK pada presiden selaku kepala negara," ujar Febri.
"Kami akan tetap berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya. Meskipun tidak mudah, tapi hal tersebut kami sadari sebagai amanat yang harus dijalan," lanjut dia.
"Dalam Undang-Undang KPK tidak ada, tidak mengenal yang namanya mengembalikan mandat. Enggak ada, enggak ada," kata Jokowi di Jakarta, Senin (16/9/2019).
"Yang ada Itu mengundurkan diri, ada. Meninggal dunia ada, terkena tindak pidana korupsi, iya. Tapi yang namanya mengembalikan mandat tidak ada," lanjut dia.
Meski demikian, Presiden mengaku terbuka bertemu para pimpinan KPK untuk menampung aspirasi mereka terkait revisi UU.
Presiden pun mempersilakan pimpinan KPK untuk mengajukan pertemuan kepada Menteri Sekretaris Negara.
"Tanyakan ke Mensesneg, ada enggak pengajuan itu. Kalau ada tentu akan diatur waktunya dengan acara yang ada di Presiden," kata dia.
Eks Pimpinan KPK Bicara...
Sejumlah mantan pimpinan KPK mendorong supaya polemik revisi UU KPK segera diselesaikan dengan cara melibatkan KPK dalam pembahasan revisi itu.
Desakan disampaikan antara lain oleh Taufiequrachman Ruki, Erry Riyana Hardjapamekas, Chandra Hamzah dan Tumpak Panggabean.
"Saya pribadi berpendapat kok terburu-buru selali dan tergesa-gesa. Oleh karena itu, jangan kita menyesali nanti akibat dari ktergesaan dan keterutupan ini, mudah-mudahan ini didengar presiden dan DPR," kata Ruki.
Chandra juga punya pendapat serupa. Ia meminta DPR membahas revisi UU KPK dengan kepala dingin dan tidak tergesa-gesa seakan diburu waktu.
"Bagaimanapun, keputusan yang diambil dengan situasi hari yang panas, emosi, tergesa-gesa, potensial akan menghasilkan hal yang tidak baik," kata Chandra.
Sementara itu, Erry mengaku siap menemui kepala negara untuk membahas revisi UU KPK. Menurut Erry, pembahasan revisi UU KPK perlu mempertimbangkan banyak pandangan.
"Kalau memang kami layak dianggap sebagai narasumber, kami juga siap kapan saja dipanggil presiden," ujar Erry.
Ruki menambahkan, perspektif para eks pimpinan KPK juga diperlukan dalam pembahasan revisi UU KPK.
"Kami bukannya lebih pintar, tapi paling tidak kami nyemplung di tempat ini sudah sejak tahun 2002, sejak mulai undang-undang itu dibuat," kata Ruki.
Diketahui, pembahasan revisi UU KPK sendiri nampaknya sudah mulai mendekati garis akhir. Pada Senin malam, DPR dan pemerintah telah menyepakati poin-poin revisi UU KPK.
Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) di ruang Badan Legislasi DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
"Ada beberapa hal-hal pokok yang mengemuka dan kemudian disepakati dalam rapat panja," ujar Ketua Tim Panja DPR Revisi UU KPK Totok Daryanto saat menyampaikan laporan hasil rapat.
Dengan demikian, pembahasan ITU akan dilanjutkan dengan Rapat Kerja antara Baleg DPR dan pemerintah untuk mendengarkan pandangan seluruh fraksi.
Setelah itu, pembahasan revisi UU KPK akan dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II di Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/17/07170541/kpk-tak-mati-suri