Adapun topik nomor 13 mengenai kewenangan pemberian surat perintah penghentian penyidikan (SP3) sebagai bentuk perwujudan asas keseimbangan, profesionalisme, keadilan, dan kepastian hukum dalam penegakan hukum oleh KPK.
Dalam makalahnya, Gufron mengatakan, mekanisme penghentian penyidikan merupakan hal yang alami.
Selain itu, kata dia, tak semua penyidikan menghasilkan berkas perkara berupa tuntutan dan pemeriksaan di persidangan.
"Dalam makalah saya menyampaikan, bahwa penghentian penyidikan itu adalah mekanisme yang alami. Dalam sebuah sistem, itu tidak mesti setiap penyidikan akan berakhir dan menghasilkan berkas perkara berupa tuntutan dan pemeriksaan di sidang," kata Gufron di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2019).
Gufron pun mengatakan, ia menyetujui adanya kewenangan SP3 bagi KPK dengan syarat-syarat tertentu.
Gufron mencontohkan, apabila seseorang ditetapkan sebagai tersangka, tetapi penyidik tak punya cukup bukti dalam membuktikan kasusnya, maka seumur hidup status tersangka itu sulit untuk dicabut.
"Maka menurut saya penghentian penyidikan adalah hal yang alami, sesuai dengan landasan hukum negara kita yang berlandaskan Pancasila," ucap dia.
Selanjutnya, Gufron mengatakan, sistem peradilan pidana di Indonesia berbasis pada ideologi Pancasila yang religius. Oleh karenanya, setiap perbuatan pasti tak luput dari kesalahan.
Hal ini, kata dia, sama seperti sebuah penyidikan yang belum tentu menghasilkan kebenaran. Untuk itu, menurut Gufron, sudah sewajarnya SP3 diterapkan dalam kerja KPK.
"Sehingga di hadapan kami SP3 atau penghentian penyidikan itu adalah sistem yang niscaya, karena sistem peradilan pidana kita adalah sistem yang berbasis Pancasila, yang religus," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/09/20284101/capim-kpk-nurul-gufron-sp3-itu-sesuai-hukum-negara-yang-berlandaskan