Salin Artikel

Tiga Kali DPR Berupaya Revisi UU KPK, Jokowi Tak Pernah Nyatakan Menolak

Upaya ini tetap dilakukan meskipun sudah berkali-kali tertunda karena mendapat penolakan publik.

Percobaan revisi yang berkali-kali dilakukan oleh para wakil rakyat disinyalir hanya akan melemahkan KPK dalam memberantas korupsi.

Presiden Jokowi sendiri tak pernah menyatakan secara tegas menolak, namun hanya meminta agar revisi ditunda.

Berikut catatan Kompas.com terkait upaya DPR merevisi UU KPK sejak awal era Jokowi-Jusuf Kalla:

2015

Upaya revisi UU KPK pada era Jokowi mulai mencuat pada 23 Juni 2015. Sidang paripurna memasukkan revisi UU KPK dalam prioritas Prolegnas 2015.

Pada 7 Oktober 2015, draf revisi UU KPK mulai dibahas di rapat Baleg DPR.

Draf tersebut mengatur pembatasan usia institusi KPK hanya sampai 12 tahun, memangkas kewenangan penuntutan, mereduksi kewenangan penyadapan, membatasi proses rekrutmen penyelidik dan penyidik secara mandiri hingga membatasi kasus korupsi yang dapat ditangani oleh KPK.

Ada 45 anggota DPR dari enam fraksi yang menjadi pengusul draf revisi UU KPK tersebut.

Sebanyak 15 orang dari Fraksi PDI-P, 11 orang dari Fraksi Nasdem, 9 orang dari Fraksi Golkar, 5 orang dari Fraksi PPP, 3 orang dari Fraksi Hanura, dan 2 orang dari Fraksi PKB.

Tak membutuhkan waktu lama, rencana revisi ini kembali mendapat penolakan yang keras dari publik, termasuk internal KPK sendiri.

Pada 13 Oktober 2015, pemerintah dan DPR akhirnya sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK hingga masa sidang selanjutnya.

Kesepakatan ini tercapai setelah Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR bertemu dalam rapat konsultasi di Istana Negara.

Menko Polhukham Luhut Panjaitan menyatakan, alasan penundaan karena pemerintah merasa masih perlu memastikan perbaikan ekonomi nasional berjalan baik.

"Kita sudah sepakat mengenai penyempurnaan Undang-Undang KPK itu kita masih menunggu pada persidangan yang akan datang," kata Luhut.

Dalam rapat konsultasi tersebut, disepakati poin yang akan direvisi mengerucut menjadi empat hal saja, yakni pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan SP3, pengaturan kembali kewenangan menyadap, keberadaan penyidik independen, dan pembentukan badan pengawas KPK.

Hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak revisi UU KPK. Pada 1 Februari 2016, revisi UU KPK mulai dibahas dalam rapat harmonisasi Badan Legislasi di DPR RI.

Anggota Fraksi PDI-P Risa Mariska dan Ichsan Soelistyo hadir sebagai perwakilan pengusul revisi UU tersebut. 

Draf yang dibahas memang hanya mencakup empat poin, yakni pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan SP3, pengaturan kembali kewenangan menyadap, keberadaan penyidik independen, dan pembentukan badan pengawas KPK.

Namun, banyak pihak menganggap empat poin tersebut dianggap dapat melemahkan KPK dan tetap mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan.

Akhirnya tak hanya Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS belakangan ikut menolak draf revisi tersebut. Pimpinan KPK yang sudah dipimpin Agus Rahardjo juga ikut menyatakan penolakan.

Seiring dengan derasnya penolakan, rapat paripurna penetapan revisi UU KPK untuk menjadi inisiatif DPR sudah tertunda sebanyak dua kali.

Sehari menjelang paripurna yang dijadwalkan untuk ketiga kalinya pada Selasa 23 Februari 2016, pimpinan DPR kembali melakukan rapat konsultasi dengan Presiden.

Pertemuan tersebut sepakat untuk kembali menunda revisi UU KPK. Kali ini, tak ada substansi revisi yang diubah.

Presiden dan DPR sepakat menunda karena menganggap revisi UU KPK perlu mendapat kajian lebih mendalam, termasuk sosialisasi terhadap masyarakat. Tak ditentukan berapa lama waktu penundaan ini.

"Saya hargai proses dinamika politik yang ada di DPR, khususnya dalam rancangan revisi UU KPK. Mengenai rencana revisi UU KPK tersebut, kami bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini, ditunda," ujar Jokowi usai rapat dengan pimpinan DPR.

Proses menghidupkan lagi revisi UU KPK yang sempat tertunda beberapa kali ini dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Namun, agenda rapat mengenai pembahasan RUU KPK ini tidak pernah terpublikasikan atau diliput media.

Tiba-tiba saja, pada Kamis (6/9/2019) kemarin, DPR menggelar rapat paripurna yang salah satu agendanya adalah mengesahkan RUU KPK menjadi inisiatif DPR.

Proses pengesahan itu berjalan mulus. Hanya lima menit, seluruh anggota DPR yang hadir kompak menyatakan setuju RUU. Tak ada fraksi yang mengajukan keberatan atau interupsi. Tak ada juga perdebatan antara parpol pendukung pemerintah dan papol koalisi.

Setelah sah menjadi RUU Inisiatif DPR, maka draf RUU tersebut langsung dikirim kepada Presiden Joko Widodo. Berdasarkan draf yang disusun Baleg DPR, ada sejumlah poin perubahan dalam revisi UU KPK kali ini.

Pertama, mengenai kedudukan KPK disepakati berada pada cabang eksekutif atau pemerintahan yang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, bersifat independen. 

Kedua, kewenangan penyadapan oleh KPK baru dapat dilakukan setelah mendapat izin dari dewan pengawas.

Ketiga, penegasan KPK sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu sehingga diwajibkan bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Keempat, tugas KPK di bidang pencegahan akan ditingkatkan, sehingga setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan sesudah berakhir masa jabatan.

Kelima, pembentukan dewan pengawas KPK berjumlah lima orang yang bertugas mengawasi KPK.

Keenam, kewenangan KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak selesai dalam jangka waktu satu tahun atau SP3.

Penghentian itu harus dilaporkan kepada dewan pengawas dan diumumkan ke publik.

Presiden Jokowi mengaku akan mempelajari draf revisi UU KPK yang diusulkan DPR setibanya di Jakarta. Saat ini Presiden Jokowi masih berada di Boyolali dalam rangka kunjungan kerja dan baru akan kembali ke Jakarta pada Minggu (8/9/2019).

"Saya melihat dulu yang direvisi apa. Saya belum lihat. Kalau sudah ke Jakarta, yang direvisi apa, materinya apa, saya harus tahu dulu, baru saya bisa berbicara," kata Jokowi usai meresmikan Pabrik Esemka di Boyolali, Jumat (6/9/2019).

Saat wartawan bertanya sejumlah poin dalam draf itu yang berpotensi melemahkan KPK, Jokowi enggan menanggapi lebih jauh. Jokowi ingin membaca dulu secara langsung draf RUU KPK yang sudah dikirim ke DPR.

"Apa dulu, saya belum ngerti, jangan mendahului seperti itu," kata Jokowi.

Jokowi hanya kembali menekankan bahwa KPK selama ini sudah bekerja dengan baik dalam rangka pemberantasan korupsi. Ia berharap revisi yang diusulkan DPR semakin memperkuat KPK

"Yang jelas saya kira kita harapkan DPR mempunyai semangat yang sama untuk memperkuat KPK," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/06/17461921/tiga-kali-dpr-berupaya-revisi-uu-kpk-jokowi-tak-pernah-nyatakan-menolak

Terkini Lainnya

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke