Menurut Anam, ketentuan penghinaan terhadap agama dalam draf RKUHP saat ini masih bersifat absurd pada sejumlah frasa.
"Pasal itu terdapat frasa yang masih absurd sehingga multitafsir dan perlu dikaji kembali," ujar Anam dalam diskusi RKUHP di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2019).
Dalam Pasal 304 draf RKUHP, setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Anam mengatakan, jika pasal tersebut tetap dicantumkan, sejumlah frasa harus diperjelas agar tidak menjadi multitafsir.
Contohnya terkait frasa "penghinaan dan penodaan terhadap agama".
"Perlu dilihat kembali maksud penggunaan frasa yang menyatakan perasaan dan penodaan sebagai alternatif dan padanan dari frasa 'sifat permusuhan', jadi perlu ditimbang kembali," ujar Anam.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menambahkan, pendapat publik terhadap frasa "penodaan agama" berbeda-beda. Menurut dia, pasal tersebut tidak sesuai dengan asas legalitas.
"Berdasarkan asas legalitas, eksistensi keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat tidak sesuai dengan lex scripta, lex certa, dan lex stricta. Dikhawatirkan apabila pasal tersebut disahkan ke dalam KUHP, akan timbul pelanggaran HAM karena ketidakjelasan dalam kepastian hukum," ucap Asfinawati.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/04/09501471/komnas-ham-sebut-pasal-penodaan-agama-dalam-rkuhp-masih-multitafsir