Rumadi mengatakan, proses seleksi calon pimpinan KPK harus didasari pada pertimbangan kualitas calon, bukan latar belakang profesi calon.
"Kalau misalnya panselnya sudah berpikir mengenai harus ada orang yang berlatar belakang profesi a, berlatar belakang profesi b itu justru menjadi jebakan bagi capim KPK yang akan datang, jadi yang dicari bukan soal integritas," kata Rumadi dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Rumadi menuturkan, tidak ada peraturan yang mewajibkan adanya pimpinan KPK dari unsur kepolisian maupun kejaksaan.
Ia melanjutkan, KPK pun tetap memiliki kewenangan penyidikan dan penuntutan tanpa adanya pimpinan KPK dari dua unsur tersebut.
"Enggak ada misalnya pimpinan KPK yang lima orang itu harus ada satu orang dua orang, tiga orang, berlatar belakang profesi ini misalnya harus berlatar belakang polisi, berlatar belakang jaksa, itu enggak ada," ujar Rumadi.
Rumadi menilai saat ini ada kesan capim KPK dari unsur kejaksaan dan polri mendapat karpet merah dalam proses seleksi.
Menurut Rumadi, hal itu terlihat dari pernyataan Kejaksaan Agung dan Polri yang merekomendasikan sejumlah nama capim KPK.
"Tapi hanya dua itu saja, enggak ada yamg lain, enggak ada misalnya dosen, harus ada karpet merah untuk dosen, enggak ada itu, atau akademisi harus karpet merah akademisi itu ga ada," kata Rumadi.
Seperti diketahui, terdapat enam anggota Polri dan tiga orang jaksa dalam daftar 40 orang capim KPK yang lolos tahap tes psikologi.
Proses seleksi capim KPK saat ini sedang dalam tahap penilaian hasil profile assesment 40 capim KPK.
Menurut rencana, hasil profile assesment akan diumumkan pada Jumat (23/8/2019) besok.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/22/20022261/capim-kpk-dari-polri-dan-kejaksaan-tak-boleh-dispesialkan