Menurut Henry, jika Pemilu 2024 kembali diikuti dua pasangan calon, tingkat keterbelahan masyarakat tetap tinggi sehingga hoaks tetap masif.
"Saya mengusulkan 2024 jangan sampai Undang-Undang kita hanya memungkinkan calon presidennya cuma ada dua, minimal ada empat," kata Henry dalam focus group discussion 'Hoax dalam Pemilu 2019' di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2019).
Henry mengatakan, masifnya penyebaran hoaks di Pemilu 2019 disebabkan tingginya keterbelahan masyarakat selama Pilpres.
Selama itu, publik terkotakan dalam dua kubu, yaitu kubu paslon 01 dan paslon 02.
Pembelahan tersebut memunculkan tim dari masing-masing kubu yang memproduksi konten hoaks. Tim ini bisa disebut sebagai cyber troops atau cyber army.
"Ada yang memproduksi konten-konten ilegal, memproduksi konten yang mengujar kebencian," ujar Henry.
Oleh karenanya, Henry menilai, jika ingin meminimalisasi hoaks dan keterbelahan masyarakat, ke depannya harus ada Undang-Undang yang memungkinkan calon presiden dan wakil presiden tidak hanya dua pasang.
Dengan demikian, terjadi percepatan dan partisipasi politik yang lebih tinggi, serta afiliasi antar kelompok (cross cutting affiliations) sehingga tercipta integrasi.
"Kalau sistem Pemilunya masih dua pihak, masih dua kubu, ini harus kita perjuangkan di DPR dalam waktu dekat," kata Henry.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/20/20584051/hoaks-pemilu-diyakini-turun-jika-peserta-pilpres-lebih-dari-2-pasang