"Berkaca pada kejadian sebelumnya, tentu KPK diharapkan tetap independen dan tetap konsisten untuk menangani perkara ini," ujar peneliti ICW Wana Alamsyah kepada Kompas.com, Selasa (20/8/2019).
Diketahui, KPK pernah melakukan OTT terhadap jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Juni 2019.
Saat itu, KPK menangkap Asisten Tindak Pidana Umum Kejati DKI Agus Winoto atas dugaan manipulasi penanganan perkara.
Namun, KPK membagi penanganan perkara itu ke kejaksaan. Dua jaksa yang ditangkap KPK, yakni Yadi Herdianto dan Yuniar Sri Pamungkas, diserahkan kepada kejaksaan.
Hingga kini, penanganan terhadap keduanya di kejaksaan masih terbatas pada dugaan pelanggaran etik.
"Melihat kejadian sebelumnya ini, maka KPK diharapkan independen. Apalagi OTT Yogyakarta merupakan OTT terhadap penyelenggara negara yang secara perundang-undangan masuk dalam wewenang KPK sehingga KPK harus tetap menangani perkara ini secara independen," ujar Wina.
"Karena ini juga menjadi bentuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan masyarakat," lanjut dia.
Diberitakan, penyidik KPK melakukan OTT terhadap empat orang di Yogyakarta, Senin (19/8/2019). Empat orang yang ditangkap itu terdiri dari unsur jaksa, rekanan atau swasta dan pegawai negeri sipil (PNS).
Selain itu, KPK mengamankan sejumlah uang sekitar Rp 100 juta dalam OTT tersebut.
Menurut keterangan KPK, OTT diduga terkait suap proyek.
"Diduga terkait proyek yang diawasi oleh Tim Pengawalan, Pengamanan, Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat-Daerah (TP4D)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Sementara itu, pihak kejagung pun mendalami informasi terkait jaksa Kejari Yogyakarta yang terjaring OTT.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan Kejari Yogyakarta.
"Iya infonya seperti (itu) dan kami sedang melakukan konfirmasi dengan jajaran Kejati Yogya terkait info dimaksud," ujar Mukri ketika dihubungi Kompas.com, Senin malam.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/20/09462871/kpk-diharapkan-independen-tangani-kasus-ott-jaksa-di-yogyakarta