Operasi itu digelar menyusul pembunuhan sejumlah pekerja proyek Trans-Papua yang diduga dilakukan anggota Organisasi Papua Merdeka.
Namun, menurut Pemerintah Kabupaten Nduga, kehidupan masyarakat menjadi tidak tenang karena operasi militer itu.
Pemerintah Kabupaten Nduga meminta TNI-Polri menarik personelnya dari Nduga.
Saat bertemu Ketua DPR Bambang Soesatyo, Bupati Nduga Yairus Gwijangge meminta pemerintah secepatnya menarik anggota TNI-Polri dari wilayahnya.
"Kami dengan harapan penuh, meminta kepada bapak Presiden melalui Ketua DPR, bahwa penarikan anggota TNI-Polri itu tidak jadi masalah," ujar Yairus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/8/2019).
Menurut dia, akibat operasi militer tersebut masyarakat terpaksa mengungsi sehingga membuat sekitar 11 distrik di Nduga kosong.
Dampak lainnya dari konflik antara personel TNI-Polri dengan kelompok yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten Nduga Namia Gwijangge.
Pada kesempatan yang sama, Namia mengatakan bahwa konflik tersebut membuat masyarakat setempat kesulitan akses terhadap hak atas pendidikan dan kesehatan.
Kegiatan belajar-mengajar 24 sekolah di 11 distrik saat itu tidak berjalan. Puskesmas dan posyandu juga tak berfungsi seperti semestinya.
"Pendidikan dan pelayanan kesehatan tidak berjalan. Kemudian gereja di sana, ada 98 gereja yang kosong. Semua jemaatnya lari, masyarakatnya lari," ujar Namia.
Ia juga menyampaikan, aparat TNI-Polri justru masuk ke kampung-kampung, bahkan rumah penduduk, karena proyek pembangunan jalan terhenti.
Padahal, Namia membaca berita di media massa bahwa personel TNI-Polri di wilayah Nduga bertugas menjaga keamanan proyek pembangunan pemerintah pusat.
Tanggapan TNI
Menanggapi permintaan tersebut, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Sisriadi menegaskan bahwa keberadaan pasukan TNI di Kabupaten Nduga, Papua bukan untuk menakut-nakuti masyarakat.
Selain bertugas menjaga keamanan, prajurit TNI ditempatkan di sana untuk membantu pembangunan infrastruktur sesuai kebijakan pemerintah.
"Keberadaan pasukan TNI di Nduga bukan untuk menakut-nakuti rakyat. Tugas mereka adalah membangun infrastruktur perhubungan darat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Nduga," ujar Sisriadi saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/8/2019).
Selain itu, sebagian pasukan TNI membantu polisi mengejar pelaku pembunuhan puluhan pekerja proyek jembatan PT Istaka Karya. Diduga, pelaku masih bersembunyi di wilayah Nduga.
Kata Polri
Polri pun membantah bahwa operasi militer di Nduga berdampak pada terbatasnya akses pendidikan di wilayah tersebut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menilai bahwa kepala daerah di wilayah tersebut seharusnya mendukung keberadaan TNI-Polri yang sedang menjalankan fungsi pengamanan.
"Tidak benar, pernyataan bupati tersebut tidak mendasar. Seharusnya bupati dukung keberadaan TNI-Polri di sana, harus bersinergi untuk memberikan perlindungan, pelayanan kepada masyarakat," ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (6/8/2019).
Polri mengklaim bahwa kehidupan sosial masyarakat di Nduga cukup kondusif.
"Kehidupan sosial di sana cukup kondusif. Sekolah ada, pasar tetap ada. Kebutuhan dasar masih tetap bisa terpenuhi," kata dia.
Maka dari itu, Dedi menegaskan, keberadaan TNI-Polri di daerah tersebut akan dipertahankan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat setempat, menjamin keamanan di wilayah Nduga, sekaligus pembangunan Trans-Papua.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/07/09414671/polemik-penarikan-pasukan-tni-polri-dari-nduga