"Kasihan masyarakat di sana tidak menerima hak dasar (pendidikan dan kesehatan)," ujar Namia setelah bertemu Ketua DPR Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/8/2019).
Seperti diketahui Aparat TNI/Polri menggelar operasi militer pada awal Desember 2018 lalu untuk mengejar tersangka pembunuh pekerja proyek Trans Papua. Para tersangka diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Akibatnya, masyarakat setempat memilih mengungsi ke hutan-hutan. Ada pula yang tinggal di kabupaten-kabupaten terdekat seperti Wamena.
Menurut Namia, hingga saat ini kegiatan belajar mengajar 24 sekolah di 11 distrik tidak berjalan.
Beberapa puskesmas dan posyandu juga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
"Pendidikan dan pelayanan kesehatan tidak jalan. Kemudian gereja di sana, ada 98 gereja yang kosong. Semua jemaatnya lari, masyarakatnya lari," kata Namia.
Oleh sebab itu, Pemkab Nduga berharap pemerintah menarik personel TNI/Polri dari wilayah Nduga secepatnya agar aktivitas masyarakat kembali seperti biasa.
Berdasarkan catatan Kementerian Sosial, setidaknya ada 2.000 pengungsi yang tersebar di beberapa titik di Wamena, Lanijaya, dan Asmat. Di antara pengungsi ini, tercatat 53 orang dilaporkan meninggal.
Angka ini jauh di bawah data yang dihimpun oleh Tim Solidaritas untuk Nduga, yang mencatat sedikitnya 5.000 warga Nduga kini mengungsi dan 139 di antara mereka meninggal dunia.
Data relawan menyebut pengungsi di Wamena tersebar di sekitar 40 titik. Kebanyakan dari mereka tinggal menumpang di rumah kerabat.
Akibat banyaknya pengungsi yang berdatangan, di dalam satu rumah atau honai bisa berisi antara 30-50 orang.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/05/15515821/sekda-nduga-sebut-masyarakatnya-sulit-akses-pendidikan-dan-kesehatan