Hal itu terkait kesiapan mental dan kondisi psikologis aparat yang memegang senjata api.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti memberikan catatan untuk Polri.
Salah satunya mengenai proses uji kelayakan yang diterapkan untuk memperoleh izin kepemilikan senjata api.
“Tes psikologi dilakukan secara periodik 6 bulan sekali. Selain psikologi, juga dilakukan tes kesehatan jasmani, termasuk tes urine untuk cek bebas narkoba dan tes keterampilan menembak. Jika tidak lulus tes tersebut maka tidak akan mendapatkan izin memegang senjata api,” jelas Poengky, saat dihubungi Jumat (26/7/2019) siang.
Semua tahap itu, kata dia, dilakukan secara ketat dan obyektif karena menyangkut kepemilikan senjata api.
Jika seorang personel kepolisian dinyatakan tidak lulus pada salah satu tahap ujian, maka yang bersangkutan tidak dapat memiliki izin memegang senjata api.
“Betul, bagi yang tidak memenuhi kualifikasi untuk dapat memegang senjata maka tidak bisa diberikan izinnya. Dan jika dalam periode tertentu ada tes lagi atau ada kasus, maka izin bisa dicabut,” ujar Poengki.
Mengenai kasus polisi tembak polisi di Cimanggis, Poengky mengatakan, Brigadir RT harus diproses hukum.
“Ini tindak pidana, jadi harus diproses kasus pidananya. Polisi tunduk pada peradilan umum," kata Poengky.
"Selain dugaan pembunuhan, yang bersangkutan juga sudah menyerang petugas yang sedang melaksanakan tugasnya. Ironisnya lagi, yang bersangkutan adalah anggota Polri,” lanjut dia.
Menurut dia, selain diproses secara hukum, Brigadir RT juga bisa dikenai sanksi etik dan disiplin profesi dari institusi kepolisian.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/26/21000011/kasus-polisi-tembak-polisi-ini-catatan-kompolnas-untuk-polri