Pada Senin (22/7/2019), Fahri yang diwakili kuasa hukumnya mengajukan permohonan sita paksa terhadap sejumlah aset milik sejumlah elite PKS kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Fahri, Mujahid Latief, mengatakan, pihaknya mengajukan sita paksa karena elite PKS tidak kunjung membayar ganti rugi senilai Rp 30 miliar kepada Fahri sesuai putusan pengadilan sebelumnya.
"Pihak pengadilan melakukan pemanggilan terhadap mereka untuk diingatkan melaksanakan isi putusan, dua kali juga tidak dilaksanakan. Maka, ini adalah tahap lanjutan dari proses panjang yang sudah kami lakukan," kata Mujahid kepada wartawan di PN Jakarta Selatan, Senin.
Mujahid menyebutkan, ada delapan aset milik elite PKS yang dibidik. Aset-aset tersebut terdiri dari tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor.
Adapun aset-aset yang menjadi obyek sitaan itu akan disita setelah pihak PN Jakarta Selatan melakukan verifikasi. Setelah diverifikasi dan disita, aset-aset sitaan akan dilelang hingga menemui angka Rp 30 miliar sebagaimana yang menjadi putusan pengadilan.
Hingga Selasa (23/7/2019), Kompas.com belum berhasil menghubungi sejumlah elite PKS yang terlibat perseteruan hukum dengan Fahri Hamzah.
Kronologi
Perseteruan antara Fahri dan PKS itu bermula pada 2016. Kala itu, Fahri dipecat dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian.
Fahri yang tidak terima dengan dengan keputusan itu lalu melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam gugatannya, Fahri menuntut PKS membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp 500 miliar.
Elite yang digugat adalah Presiden PKS Shohibul Iman, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuro Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis, dan Abi Sumaid. Fahri juga menuntut PKS untuk memulihkan nama baiknya.
Fahri memenangi gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setelah itu, PKS mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Namun, banding kembali dimenangi Fahri.
Setelah itu, PKS mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kasasi tersebut diajukan PKS pada 28 Juni 2018 oleh Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi PKS Abdul Muis Saadih.
Kemudian pada 30 Juli 2018, majelis hakim MA yang dipimpin Maria Anna Samiyati memutus, menolak permohonan kasasi tersebut.
Dalam putusannya, majelis hakim sekaligus memerintahkan PKS agar membatalkan pemecatan Fahri dan membayar ganti rugi kepada Fahri senilai Rp 30 miliar.
Mujahid menjelaskan, pihaknya sudah beberapa kali menghubungi pihak PKS untuk segera membayar ganti rugi tersebut, tetapi tidak pernah diindahkan.
Pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun sudah dua kali memanggil PKS untuk segera melunasi kewajibannya. Namun, pihak PKS tidak pernah hadir.
"Kalau boleh menggunakan istilah yang dulu sering mereka (elite PKS) sampaikan dalam persidangan (tentang Fahri), yaitu pembangkangan, ini juga saya ingin menyebutnya satu pembangkangan terhadap putusan pengadilan," kata Mujahid.
Hal inilah yang merupakan salah satu alasan kliennya mengajukan permohonan sita paksa aset milik sejumlah pengurus PKS kepada PN Jakarta Selatan.
"Harapan kami sih ini harus cepat karena kalau boleh berandai-andai ke belakang kan kalau ini dilaksanakan secara sukarela, ini sudah selesai dari dulu," ujar Mujahid.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/23/06293851/perseteruan-hukum-pks-dengan-fahri-hamzah-yang-semakin-meruncing