KPAI ingin mendapat penjelasan mengenai alasan Presiden memberikan grasi terhadap mantan guru Jakarta International School (JIS) yang mencabuli muridnya itu.
"Kami sudah mengirim surat kepada Kementerian Hukum dan HAM karena pertimbangannya kan dari sana," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti di Jakarta, Sabtu (20/7/2019).
Namun, menurut Retno, sampai Sabtu sore ini belum ada balasan dari Kemenkumham.
Retno mengatakan, pihaknya menyayangkan grasi yang diberikan Presiden ke warga Kanada itu.
Pada saat kekerasan seksual terhadap anak belakangan meningkat, menurut dia, grasi Jokowi ini menjadi preseden buruk.
"Kami sedang koordinasi kenapa ini terjadi biar kita belajar sama-sama dari peristiwa ini. Karena taunya juga sudah terlambat. Yang bersangkutan juga sudah kembali ke Kanada. Kita tidak mengerti sebelumnya. Jadi KPAI tak bisa melakukan apa apa saat itu," kata Retno.
Ia berharap, kedepannya tak ada lagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang mendapat grasi.
"Ini kita jadikan pelajaran. Ke depan pelaku kejahatan seksual terhadap anak harus dihukum berat dan sebaiknya tidak mendapat grasi," ujar dia.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelumnya menyebut Presiden Joko Widod memberikan grasi untuk terpidana pencabulan anak Neil Bantleman karena alasan kemanusiaan.
"Itu ada pertimbangan kemanusiaan, itu saja," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/7/2019) malam.
Neil dibebaskan karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13/G tahun 2019 tanggal 19 juni 2019.
Kepres tersebut memutuskan berupa pengurangan pidana dari 11 tahun menjadi 5 tahun 1 bulan dan denda pidana senilai Rp 100 juta. Neil saat ini sudah berada di negara asalnya di Kanada.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/20/16135661/nilai-grasi-jokowi-ke-guru-jis-preseden-buruk-kpai-surati-menkumham